Friday 19 April 2019

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOJONEGORO


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik dengan beberapa tahapan yang harus dilaluinya. Pembangunan yang berorientasi pada manusia berarti pula mempersiapkan manusia untuk ikut aktif dalam proses pembangunan yang berkesinambungan. Hal ini berarti pembangunan yang diciptakan masyarakat sendiri, oleh masyarakat dan untuk semua masyarakat. Dengan demikian setiap anggota masyarakat harus ikut serta dalam setiap tahap pembangunan sesuai dengan kemampuannya. Hal ini juga dalam rangka untuk mengembangkan potensi-potensi masyarakat.
Undang-undang Nomor
24 tahun 2004 tentang System Perencanaan Daerah serta Undang-Undang 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan adanya dokumen perencanaan pembangunan daerah berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah) yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kerja Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada  Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional.
Bojonegoro merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang giat melakukan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai daerah kecil Bojonegoro mempunyai potensi alam yang bagus sebagai penunjang pembangunan. Hutan jati yang dimiliki Bojonegoro menjadikan berdirinya banyak meubel di daerah tersebut. selain itu, di daerah Bojonegoro pun ditemukan sumur-sumur minyak yang tentu saja akan banyak mengundang investor yang dapat membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.
Permasalahan pengangguran sampai dengan tahun 2012 masih menjadi isu strategis di bidang ketenagakerjaan. Kondisi tersebut di tandai oleh kondisi tidak seimbangnya supply dan demand tenaga kerja akibat pertambahan angkatan kerja dan masih rendahnya daya saing kualitas SDM terutama untuk mengisi lowongan kerja di sektor formal. Faktor kondisi eksternal seperti situasi ekonomi dunia dan faktor perubahan sosial budaya juga memberi kontribusi jumlah pengangguran di Bojonegoro, diantaranya masih sedikit angkatan kerja yang berorientasi untuk berwirausaha. Di sisi lain dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang menjadi salah satu prioritas Kabupaten Bojonegorotahun 2009-2013 terdapat target programPengembangan Kesempatan Kerja,yangdiarahkan untuk  mendorong terciptanya perluasan lapangan kerja di sektor informal maupun formal, meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja dan menciptakan fleksibilitas pasar kerja dalam kondisi hubungan industrial yang kondusif.

B.     KONSEPTUALISASI
Pembangunan merupakan suatu proses yang multidimensional, mencakup perubahan orientasi dan organisasi dari sistem sosial, ekonomi, politik dan budaya. Proses ini dilakukan untuk mencapai titik kemakmuran masyarakat dan tercapainya kesejahteraan. Dan kesejahteraan ini akan terjadi jika, semua indikator dapat diwujudkan. Pembangunan sesungguhnya adalah proses yang berorientasi pada manusianya. Dengan memberikan perhatian pada unsur manusianya, maka indikator sosial yang dalam hal ini tidak semata diukur dengan tercapainya tingkat produksi rata-rata yang tinggi saja. Tetapi terciptanya keadaan yang benar-benar dinikmati oleh setiap anggota masyarakat. Pembangunan yang berorientasi pada manusianya mengutamakan pada paling tidak tiga unsur penting, yakni: aspek kehidupannya, pengetahuan dan tingkat hidup yang memadai.
Pembangunan yang berorientasi pada manusia berarti pula mempersiapkan manusia untuk ikut aktif dalam proses pembangunan yang berkesinambungan. Hal ini berarti pembangunan yang diciptakan dari masyarakat sendiri, oleh masyarakat sendiri dan untuk semua masyarakat. Dengan demikian setiap anggota masyarakat harus ikut serta dalam setiap tahap pembangunan sesuai dengan kemampuannya. Pembangunan nasional pada dasarnya sangat membutuhkan kesinergian antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dalam pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah harus saling menunjang, saling mengisi, saling melengkapi dalam memajukan masyarakat dan nasional pada umumnya.
Dalam proses pembangunan terdapat beberapa teori yang melandasi proses pembangunan tersebut. Salah satunya yang terkandung dalam teori modernisasi adalah teori dorongan berprestasi yang dikemukakan oleh David McCleland, yang lebih popular dengan teori Need for Acheavement (N-Ach). Dia menyampaikan tentang motivasi berprestasi atau juga sering disebut sebagai kebutuhan berprestasi yaitu keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang bagi seseorang melalui cara kerja yang baik yaitu dengan selalu berpikir dan berusaha untuk menemukan cara-cara baru untuk memperbaiki kualitas kerja yang dicapainya[1].
Teori tersebut memberikan kesadaran pada pengambil kebijakan Negara bahwa seseorang di suatu Negara berpengaruh pada kemajuan. Oleh karena itu, Negara akan membuat kebijakan agar masyarakat di Negara tersebut didorong untuk memiliki keinginan yang tinggi untuk berprestasi demi tercapainya kemajuan suatu Negara.
Kabupaten Bojonegoro tidak hanya dikenal sebagai Kota Ledre. Sejak ditemukannya sumber minyak di beberapa lokasi di wilayah Kabupaten setempat, Bojonegoro mendapat julukan sebagai Texas-nya Indonesia. Kebaradaan migas bisa berdampak secara langsung atau sebaliknya, tergantung darimana sudut pandang melihatnya. Keberadaan investor sangat diperlukan untuk mengolah Sumber Daya Alam (SDA) minyak yang berlimpah di perut bumi Kabupaten Bojonegoro. Namun, potensi SDA minyak tidak bermanfaat bila tidak ada tangan-tangan ahli yang mengolahnya, serta dibantu kebijakan yang pro industrialisasi migas. Tetapi, warga yang terdampak langsung tidak bisa ditinggalkan.
Sebagai daerah berbasis agraris yang tengah bersiap menuju industri, berbagai infrastruktur dan suprastruktur mutlak dibutuhkan. Salah satu variabel penting untuk peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat adalah keberadaan investor. Sehingga, perlu ada kebijakan yang berpijak kepada rakyat. Akan tetapi, jangan semua aturan dituangkan menjadi sebuah Perda. Sebab, untuk menerbitkan sebuah Perda diperlukan kejelian dan ketelitian semua pihak, khususnya Pemkab Bojonegoro jangan sampai bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan lainnya yang lebih tinggi. Perda ini dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan dan keberdayaan masyarakat Bojonegoro.
Sebagaimana yang diungkapkan dalam teori David McCleand bahwa setiap kebijakan yang diambil dalam suatu Negara harus memberikan dorongan bagi setiap warga Negara untuk berprestasi demi tercapainya kemajuan suatu Negara. Dalam hal ini Pemkab Bojonegoro memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, karena memiliki peran sentral sebagai pembuat kebijakan dalam proyek Migas yang mulai berkembang. Terlebih untuk mendorong keinginan masyarakat untuk berprestasi demi tercapainya kemajuan serta sebagai upaya partisipasi masyarakat dalam proyek Migas di Bojonegoro.
Dalam pengolahan proyek Migas dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang mampu mengolahnya. Dengan adanya kebijakan Pemkab Bojonegoro yang pro industrialisasi migas serta mengutamakan partisipasi penduduk lokal Bojonegoro, diharapkan mampu memberikan dukungan serta motivasi bagi masyarakat untuk memiliki prestasi (pendidikan) serta pengalaman yang mumpuni dalam bidang tersebut. kebijakan-kebijakan tersebut dapat melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan dalam bidang tersebut, guna membantu akses masyarakat dalam mengolah aset yang ada di Bojonegoro.




C.     FOKUS KAJIAN
Kabupaten Bojonegoro semakin diperhitungkan dalam hal wilayah dengan produksi minyak dan gas bumi (Migas) kategori besar di Indonesia. Namun, sejauh ini harapan itu hanya tertumpu di lapangan Banyuurip, Blok Cepu, yang di operatori Mobil Cepu Ltd. (MLC). Sedangkan, potensi lain belum tergarap serius dan cenderung molor dari jadwal semula.
Migas menjadi isu sentral dan strategis, karena akhir-akhir ini berbagai kegiatan penunjang percepatan puncak produksi pada tahun 2014/2015 dari lapangan minyak Blok Cepu, terus digenjot operator, Mobil Cepu Limited (MCL), berikut kontraktornya. Khususnya penyediaan fasilitas dan sarana Engineering, Procurement dan Constructions (EPC). Karena itu, dibutuhkan iklim kondusif untuk tujuan bersama menuju kesejahteraan Bojonegoro. sebab dengan komitmen bersama dari berbagai pihak, khususnya antara operator dan pemerintah, harapan Pemerintah Pusat yang menggantungkan produksi minyak dari Blok Cepu mampu menyumbang 20 % kebutuhan minyak nasional akan terpenuhi, tepat pada waktunya.
Keberadaan infrastruktur memang merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan industrialisasi dalam hal ini adalah pelaksanaan pengelolaan Blok Cepu. Karena dengan adanya infrastruktur tersebut dapat membantu kelancaran proyek. Melihat dari arti penting infrastruktur tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Bojonegoro perlu melakukan upaya untuk menyiapkan infrastruktur guna menunjang kawasan pengelolaan Blok Cepu. Hal tersebut dikarenakan kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur di Kabupaten Bojonegoro yang meliputi prasarana perhubungan, kesehatan, sumber daya air, ekonomi, dan pendidikan masih belum optimal baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu terkait dengan masalah ketenagakerjaan untuk proyek Blok Cepu perlu dipersiapkan penanganan khusus supaya warga sekitar diprioritaskan dalam hal kebutuhan akan tenaga kerja.
Sebagai upaya merespons kehadiran Minyak dan Gas (Migas) di Bojonegoro beberapa kebijakan telah dilahirkan oleh Pemkab setempat. Hal ini dilakukan dengan dalih semata-mata untuk melindungi rakyat. Harapannya, masyarakat Bojonegoto tidak hanya menjadi penonton dan menerima dampak negative keberadaan Migas, tanpa bisa meresakan nikmatnya memiliki sebuah sumber kekayaan sendiri. salah satunya lahir peraturan Bupati yang kemudian dikuatkan dengan Perda tentang percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi serta pengolahan Migas di Kabupaten Bojonegoro atau yang lebih akrab disebut sebagai Perda Konten Lokal.
Namun, munculnya aturan tersebut tidak semulus yang dibayangkan. Pasalnya, warga lokal Bojonegoro masih saja kesulitan mendapatkan pekerjaan. Dalam penelitian ini memiliki fokus terhadap upaya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam menyambut proyek besar Minyak dan Gas Blok Cepu, khususnya mengenai pemanfaatan konten lokal. Peneliti menitik beratkan sejauh mana penyerapan tenaga kerja di kawasan proyek Minyak dan Gas di bumi Angling Dharma sebagai upaya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam mensejahterakan masyarakat Bojonegoro.
















BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI KAJIAN
A.    SEJARAH BOJONEGORO
Wilayah atau Daerah Kabupaten Dati II Bojonegoro sebenarnya adalah kota tua yang berpusat di kecamatan Dander atau disebut Bedander yang telah ada sejak zaman kerajaan Singosari dan juga pernah menjadi persembunyian raja Jayanegara dan pemberontakan seorang yang bernama Kuti, yaitu tabib yang berpengaruh di zaman Mojopahit pada waktu itu. Bahkan menurut cerita, kota ini telah ada sebelum kerajaan Kediri yaitu pada zaman kerajaan Meliwis Putih berdiri.

B.     KONDISI FISIK DAN KARAKTERISTIK WILAYAH
Kabupaten Bojonegoro memiliki luas wilayah 30.706 hektar, yang terletak pada posisi diantara 6 dan 7 Lintang Selatan serta diantara 11Dan 112 Bujur Timur. Dan untuk batas wilayah Kabupaten Bojonegoro adalah :
·         Utara      : berbatasan dengan Kabupaten Tuban
·         Selatan   : berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk dan
Jombang
·         Barat      : berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan Blora (Jawa
Tengah)
·         Timur      : berbatasan dengan Kabupaten Lamongan
Locator_kabupaten_bojonegoro.png
Peta-jlPorosKEc-Kab-Terbaru2006.jpg








Sumber : Dinas PU Kabupaten Bojonegoro
Secara topografis KabupatenBojonegoro dilalui Sungai Bengawan Solo yang menunjukkan bahwa di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah, sedangkan di bagian Selatan merupakan dataran tinggi di sepanjang kawasa Gunung Pandan, Kramat dan Gajah.Berikut gambar Aliran Sungai Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro :
google bjn.jpg










Wilayah administrasi pemerintahan terdiri dari:
·         Lima wilayah kerja pembantu Bupati (Bojonegoro, Baureno, Kalitidu, Padangan, dan Ngrahu)
·         23 kecamatan
·         4 perwakilan kecamatan
·         11 kelurahan
·         419 desa
Secara umum 81,29 % dari luas wilayah Kabupaten Bojonegoro tersebut berada pada ketinggian 25 meter di atas permukaan laut dan lebih, sedangkan lainnya sebanyak 18,71 % berada pada ketinggian 25 meter di atas permukaan laut. luas daratan Bojonegoro 2.307,06 km2, yang terdiri dari :
·         Pemukiman                                      : 534,43 km2
·         Persawahan                                      : 867,04 km2
·         Pertanian tanah kering                     : 348,26 km2
·         Kawasan hutan                                : 14,46 km2
·         Kolam/danau/waduk                        :7,44 km2
·         Tanah rusak/tandus/alang-alang       :3,16 km2
·         Lain-lain                                           : 28,82 km2
Dilihat dari sisi tata guna tanah, maka sekitar 40,15 % dari luar wilayah adalah merupakan kawasan hutan Negara. Proporsi penggunaan lahan adalah meliputi lahan sawah 73.928 ha, tanah kering 49.115 ha, hutan 88.371 ha, perkebunan 581 ha dan lain-lain 9.490 ha. Perkembangan lima tahun terakhir ini menunjukkan bahwa luas jenis lahan sawah turun rata-rata per tahu sebesat 0,5 %, luas tanah kering turun rata-rata 0,7 % dan luas hutan turun rata-rata 3,3 %.
Prasarana jalan Kabupaten Bojonegoro adalah sepanjang 672 km, yang meliputi: sepanjang 284 km (46 %) dalam kondisi baik atau mantap, 218 km (35 %) dalam kondisi sedang, dan 121 km (19 %) dalam kondisi rusak. Sedangkan prasarana jembatan sebanyak 870 buah, dengan kondisi baik 682 buah atau 78 %, kondisi sedang 165 buah atau 19 %, dan kondisi rusak sebanyak 23 buah atau 3 %.

C.     KONDISI EKONOMI
Terdapat beberapa sektor pembentuk perekonomian Kabupaten Bojonegoro, diantaranya sector pertanian, pertambangan dan penggallian, industry pengolahan, perdagangan dan sector jasa. Selama lima tahun terakhir ini struktur perekonomian daerah mengalami pergeseran kontribusi sector dalam pembentuk PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Sektor-sektor diluar sector pertambangan dan penggalian mulai mengalami penurunan konstribusi, sedangkan khusus pada sector pertambangan dan penggalian sendiri mulai menjadi konstributor yang cukup berarti, dengan peningkatan yang cukup signifikan.
Sebagaimana yang tercantum dalam RPJMD 2009-2013 Kabupaten Bojonegoro, selama lima tahun terakhir pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bojonegoro menunjukkan adanya angka yang fluktuatif (naik-turun). Sektor yang menjadi penyumbang paling dominan bagi perekonomian Kabupaten Bojonegoro adalah sector pertanian, kemudian diikuti sector petambangan dan penggalian, sector perdagangan, hotel dan restoran, serta sector jasa.
Sumber keuangan daerah terdiri dari Pendapat Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan pendapatan lain-lain yang sah. Potensi yang mendukung bagi investasi dunia usaha di Kabupaten Bojonegoro adalah komoditas hasil pertanian, peternakan, perkebunan dan kehutanan. Disamping itu juga industry yang meliputi industry pengemasan, pengolahan dan pengolahan bahan galian golongan C.

D.    KONDISI SOSIAL BUDAYA
1.      Kependudukan
Pada umumnya masyarakat Kabupaten Bojonegoro merupakan petani yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan. Sekalipun daerah persawahan kurang bisa dikatakan subur karena pada umumnya mereka bertani dengan menanam padi yang bisa di panen 1 tahun 2 kali.
Satu hal yang menjadi prioritas utama daerah ini yaitu usaha-usaha penanaman jati, karena sekitar 50.145 ha merupakan areal produktid hutan jati Bojonegoro yang lebih dititikberatkan di bagian utara. Disamping hasil kayu jati Bojonegoro juga dikenal sebagai penghasil tembakau di Indonesia.
Salah satu kendala yang sering dihadapi masyarakat Bojonegoro adalah bencana banjir tahunan dari aliran sungai Bengawan Solo yang pada musim penghujan sering melanda,

2.      Kesehatan
Derajat kesehatan di Kabupaten Bojonegoro dapat dilihat dari beberapa indicator, antara lain:
·         Angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup (AKB)
·         Angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup (AKI)
·         Rata-rata usia harapan hidup penduduk
·         Status gizi masyarakat
Untuk penyediaan sarana kesehatan sampai tahun 2012 ini telah meluas merata di seluruh wilayah Kabupaten Bojonegoro, yaitu rumah sakit pemerintah daerah sebanyak 3 buah, RS Polri 1 buah, RS Swasta 4 buah. Untuk puskesmas ada sebanyak 35 buah dan puskesmas pembantu 68 buah.

E.     AGAMA
Mayoritas penduduk Kabupaten Bojonegoro merupakan penganut Islam. Selain Islam, adapula beberapa agama yang berkembang di Kabupaten tersebut yang umumnya merupakan agama resmi di Indonesia, yakni; Katolik, Kristen, Hindu dan Budha. Sarana ibadah berupa masjid 1.239 buah, musholla/langgar 6.063 buah, gereja 27 buah, wihara 1 buah dan pura 1 buah. Selain itu terdapat 163 pondok pesantren yang tersebar di beberapa wilayah Bojonegoro sebagai penunjang pendidikan agama di Kabupaten Bojonegoro.
Kerukunan kehidupan intern dan antar umat beragama di Kabupaten Bojonegoro dalam kondisi baik dan kondusif bagi pengembangan peran aktif umat beragama dalam pelaksanaan pembangunan daerah.









BAB III
PAPARAN DATA HASIL KAJIAN
A.    PEMERINTAH-DISNAKERTRANSOS BOJONEGORO
Berdasarkan data yang berhasil dihimpun peneliti dari hasil wawancara dengan Bapak Sugiarto salah satu staff di Disnakertransos Bojonegoro pada tahun 2012 jumlah penduduk Bojonegoro mencapai 1.388.771 jiwa, dengan klasifikasi sebagai berikut :
No.
Kategori
Jumlah
1.       
Penduduk bukan usia kerja (16-64 tahun)
442.920
2.       
Penduduk usia kerja
945.851
3.       
Angkatan kerja
747.449
4.       
Pencari kerja tertampung/terserap
726.949
5.       
Pencari kerja terdaftar
6.046
6.       
Pengangguran
20.560
Angkatan kerja yang terserap di Bojonegoro meliputi pekerja formal maupun informal. Bagi masyarakat yang telah memiliki penghasilan sendiri serta mandiri sudah dikategorikan sebagai pekerja. Pemerintah tidak membedakan antara pekerja formal maupun non formal (PKL, tukang ojek), meskipun terdapat perbedaan dalam penerimaan penghasilan, namun mereka sudah dapat membantu mengurangi pengangguran di Bojonegoro. terhadap pekerja formal seperti PKL, pemerintah telah memberikan perhatian khusus dengan mengalokasikan lahan di beberapa tempat sebagai tempat mereka membuka usaha.
Tingkat pengangguran Bojonegoro telah mengalami penurunan yang cukup signifikan selama tiga tahun terakhir. Berikut data pengangguran 2010-2012:
Tahun
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
2010
12.905
13.445
26.350
2011
10.516
12.339
22.855
2012*
9.090
11.470
20.560
*Data pada tahun 2012 ini berdasarkan penghitungan sampai bulan November
Pengurangan tingkat pengangguran di Bojonegoro tidak lepas dari berbagai usaha yang dilakukan Pemerintah Kabupaten melalui Disnakertransos. Untuk mengatasi angka pengangguran di Bojonegoro, Disnakertrans sudah melakukan berbagai usaha, diantaranya dengan mendatangi beberapa perusahaan atau pabrik yang ada di Bojonegoro. Usaha tersebut dilakukan sebagai bentuk pencarian informasi lowongan pekerjaan sekaligus sebagai bantuan kepada pengangguran. Dalam hal ini antara Disnakertrans dan setiap perusahaan atau pabrik di Bojonegoro harus saling bekerja sama sebagai upaya mengurangi dan mengatasi pengangguran di Bojonegoro. Selain itu, juga terdapat beberapa program sebagai upaya untuk mengatasi pengangguran. Diantara Program-Program mengatasi pengangguran di Bojonegoro adalah:
a.       Program swasta
Pelatihan yang diselenggarakan oleh perorangan/kelompok tanpa adanya campur tangan pemerintah. Misalnya: kursus (bahasa, mengemudi, menjahit dll).
b.      Program pemerintah
Pelatihan ketrampilan yang diprakarsai oleh pemerintah. Misalnya: koperasi, UKM, perkebunan, lembaga-lembaga yang berada dibawah naungan dinas setempat, seperti AKBID (Akademi Bidan), SMK Migas (yang akan dirintis pemerintah menyambut industry migas di Bojonegoro)
Program yang dirintis Disnakertransos Bojonegoro adalah pelatihan kewirausahaan dalam kurun waktu pelatihan selama 1 minggu hingga 3 bulan, yang bertempat di BLK (Balai Latihan Kerja).
Selain program-program tersebut Disnakertransos Bojonegoro memiliki program untuk menyalurkan tenaga kerja di berbagai tempat:
a.       AKAL (Antar Kerja Antar Lokal)
Program penyaluran tenaga kerja ke perusahaan-perusahaan yang masih berada dalam wilayah satu kabupaten/provinsi.
b.      AKAD (Antar Kerja Antar Daerah)
Penyaluran tenaga kerja ke luar daerah kabupaten/provinsi
c.       AKAN (Antar Kerja Antar Negara)
Penyaluran tenaga kerja ke luar negeri yang bekerja sama dengan PJ-TKI. Data jumlah TKI yang diberangkatkan ke luar negeri :
Tahun
Jumlah
2010
2011
2012
405 tenaga kerja
285 tenaga kerja
378 tenaga keja
Perekrutan tenaga kerja juga dilakukan untuk luar daerah Bojonegoro, selama lowongan kerja masih belum terisi oleh pekerja local, perekrutan dapat dilakukan untuk luar daerah Bojonegoro. Disnakertransos Bojonegoro juga bekerja sama dengan pihak Indomaret dan Alfamaret Surabaya, setiap bulan setidaknya mengirimkan 3-5 tenaga kerja ke perusahaan tersebut yang ditempatkan di berbagai daerah pemasarannya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Endang Remis pegawai Disnakertransos Bojonegoro bagian pengawasan, pada tahun 2012 Upah Minimum Regional (UMR) Bojonegoro berdasarkan Pergub nomor 81 tahun 2011sebesar Rp 930.000,-. Dan pada tahun 2013 ini mengalami peningkatan sebesar Rp 1.029.500,- berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 72 tahun 2012. Penetapan UMR ini berdasarkan kehidupan hidup layak penduduk Bojonegoro yang diketahui dari hasil survey yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan ke beberapa pasar kota (swalayan) dan pasar-pasar tradisional. Hal ini dilakukan di beberapa pasar karena merupakan pusat dari transaksi jual-beli kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat, baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan penunjang lainnya.
Sejak ditemukannya beberapa sumur minyak di Bojonegoro, seperti di kawasan Blok Cepu Banyuurip, juga dapat membantu dalam penyerapan tenaga kerja di Bojonegoro. Namun, menurut Disnakertansos Kabupaten Bojonegoro mencatat jumlah tenaga kerja lokal yang terlibat dalam kegiatan industri minyak dan gas bumi di lapangan Banyu Urip, Blok Cepu di Bojonegoro sangat minim.
Menurut penuturan Iskandar selaku Kadin, data yang ada tenaga kerja lokal yang direkrut dalam kegiatan industri migas Blok Cepu hanya sekitar 189 orang. Tenaga kerja lokal dari Bojonegoro sebanyak 135 orang dan selebihnya sebanyak 54 orang dari luar Bojonegoro. Selain itu, untuk tenaga kerja lokal yang dipekerjakan sebagai tenaga kasar dalam proyek fisik Banyu Urip memang lumayan banyak yakni sekitar 1.500 orang[2]. Yakni bekerja sebagai sopir, kenek, dan satpam. Namun, kontrak para pekerja hanya pada masa proyek berlangsung yakni sekitar tiga tahun.Disnakertransos mencatat ada sekitar 1.826 tenaga kerja lokal yang siap bekerja dalam industri migas di Bojonegoro. Namun, mereka terkendala dengan persyaratan sertifikat keahlian. Sebab, persyaratan yang harus dipenuhi harus mempunyai sertifikat keahlian.
Sebagai upaya merespons kehadiran Minyak dan Gas (Migas) di Bojonegoro beberapa kebijakan telah dilahirkan oleh Pemkab, yakni:  Pembuatan payung hukum berupa Perbup No 48/2011 tentang Optimalisasi Kandungan Lokal dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas, serta Perda No 23/2011 tentang percepatan Pertumbuhan Ekonomi dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi serta pengolahan Migas di Bojonegoro.
Perda Nomor 23/2011 tentang percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan Migas di Kabupaten Bojonegoro: “Pasal 9: Pengadaan tenaga kerja didalam melaksanakan pekerjaan melalui ketentuan berikut: *100 % tenaga kasar/buruh berasal dari tenaga lokal. *Tenaga terlatih dan tenaga profesional dengan proporsi maksimal dari tenaga lokal”.


B.     LEGISLATIF
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro melaksanakan 34 urusan ditahun 2012 dengan alokasi dana sebesar Rp1,679 triliun lebih. Dengan cakupan 26 urusan wajib dan delapan urusan pillihan. Untuk urusan pilihan di antaranya adalah:
·         Urusan pertanian dengan alokasi dana sebesar Rp 25,1 miliar
·         Urusan kehutanan Rp 4,13 miliar
·         Urusan energi dan sumber daya mineral Rp4,08 miliar
·         Pariwisata Rp 1,5 miliar, kelautan dan perikanan Rp5,28 miliar
·         Perdagangan Rp 6,8 miliar
·         Industri Rp1,172 miliar
·         Urusan ketransmigrasian Rp88 juta.
Berkenaan dengan masalah percepatan eksploitasi minyak dan gas Blok cepu di Banyuurip, banyak mengundang kotroversi. Karena pada tahun 2013 ini merupakan awal proses percepatan puncak produksi Migas, yang bersamaan pula dengan awal pemerintahan Bupati periode 2013-2018. Dan proyek migas ini akan menjadi isu strategis yang akan terlibat dalam banyak aktivitas lokal yang timbul dari dinamika politik lokal. Berikut proses terjadinya kesepakatan antara Pemkab Bojonegoro dan BP Migas berupa regulasi yang menjadi salah satu prioritas Pemkab Bojonegoro, baik eksekutif maupun legeslatif[3]:
·         Refleksi dan konsultasi multistakeholder–Kondisi daerah kaya SDA tetapi kurang mengoptimalkan potensi daerah
·         Penyepakatan model regulasi
·         Pembuatan payung hukum; berupa Perbup No 48/2011 tentang Optimalisasi Kandungan Lokal dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas,serta Perda No 23/2011 tentang percepatan Pertumbuhan Ekonomi dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi serta pengolahan Migas di Bojonegoro
·         Peningkatan status regulasi; Perbub ke Perda
·         Institusionalisasi; Pembentukan tim, Implementasi
·         Konfrontasi dengan pemerintah pusat, BP Migas; MCL (Mobile Cepu Limited) mengumumkan pemenang tender EPC (Engineering, Procurement and Constructions) senilai 38 Triliun, Mediasi proyek antara pemenang tender EPC MCL dengan pengusaha lokal Bojonegoro, MCL bersikukuh untuk melaksanakan EPC sesuai dengan petunjuk BP Migas (PTK 007), Pemkab Bojonegoro menahan penerbitan IMB dan HO untuk EPC, karena EPC tidak mematuhi perda lokal konten, BP Migas melapor kepada Wakil Presiden terkait masalah IMB yang belum diterbitkan oleh Pemkab Bojonegoro. Wakil Presiden menuding Bojonegoro menghambat proyek nasional, Konsultasi Bupati dengan Pemerintah Pusat (wakil Presiden), Hasil akhir: Bupati menerbitkan IMB dan HO untuk EPC setelah ada kesanggupan dari pemenang EPC untuk mematuhi perda konten lokal
Adapun isi dari regulasinya adalah berkisar tentang upaya untuk:
·         Meningkatkan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian daerah
·         Mengembangkan kemampuan daerah untuk berdaya saing di tingkat nasional, regional, dan internasional berlandaskan keunggulan kompetitif daerah
·         Mengendalikan permasalahan sosial dan ekonomi yang berpotensi menghambat kelancaran rangkaian pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan minyak dan gas bumi.
Salah satu rancangan untuk menghadapi proyek Migas di Bojonegoro dengan mendukung adanya raperda Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) industrialisasi migas berbasis kawasan juga disuarakan Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Agus Susanto Rismanto. Menurutnya, jika keberadaan raperda itu sesuai dengan kondisi riil kebutuhan Kabupaten Bojonegoro. Karena, tanpa adanya aturan main yang jelas, maka pihak-pihak yang berkompeten di operasi migas akan seenaknya sendiri memainkan peran tanpa adanya ikatan dengan masyarakat sekitar[4].

C.     PELAKU EKONOMI/DUNIA USAHA
Menyambut pesta puncak dari proyek minyak dan gas Blok Cepu menuai banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat. Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkab dan DPRD Bojonegoro juga menetapkan PeraturanDaerah (Perda) Nomor 23 Tahun 2011 Perda Konten Lokal itu resmi menjadi regulasi daerah untuk mengawal keterlibatan konten lokal dalam percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam kaitannya dengan migas di Bojonegoro.
Sebagaimana yang dihimpun dari LensaIndonesia.com, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Jawa Timur menilai bahwa regulasi yang baru disahkan 10 November 2011 itu tidak pro pengusaha kecil.  Ketua IV Bidang Energi, Pertambangan, dan Kehutanan, Ahmad Arif menghargai langkah pemkabBojonegoro yang telah mengesahkan Perbup no 48/2011 yang sejatinya mengawal keterlibatan kandungan lokal (local content) di proyek eksplorasi migas yang dipersiapkan untuk masa puncak produksi migas pada 2013 mendatang.
Munculnya semangat memberdayakan kontraktor lokal, lanjut Ahmad Arif tidak bisa dibantah dan layak diapresiasi. Namun, Ahmad menilai jika aturan yang ditetapkanadalah penyertaan modal 50 milyar, maka para pengusaha muda di Bojonegoro akan sulit bersaing. HIPMI menghimbau untuk meninjau ulang perda tersebut sehingga peluang pengusaha muda, khususnya pengusaha lokal bojonegoro dapat berperan aktif.
Namun, menurut penuturan Direktur Utama PT Bangkit Bangun Sarana (BBS), Deddy Affidick, "Bagus apa tidaknya Perbup dan Perda itu tergantung dari orang yang menginterpretasikannya". Peraturan tersebut akan berdampak positif apabila dipahami dan dimaknai positif pula. Namun sebaliknya, memiliki dampak negatif, jika dimaknai negatif.

D.    MASYARAKAT
Pada tanggal 11 Oktober 2012, terjadi aksi unjuk rasa warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban diduga dipicu sikap pemerintah desa yang dinilai tidak transparan. Pasalnya, selama ini perekrutan tenaga kerja untuk bisa bekerja ke JOB Pertamina Petrochina East Java (PPEJ) harus melalui kepala desa. Warga desa menduga ada praktik suap dalam perekrutan tenaga kerja di Lapangan Minyak yang dikelola JOB PPEJ tersebut.
Sukisno, salah satu pengunjuk rasa mengatakan dari informasi yang berkembang di masyarakat, untuk tenaga kasar minimal harus memberikan uang Rp10 juta. Sedangkan tenaga skill bisa mencapai puluhan juta rupiah. Hal itulah yang memicu terjadinya aksi unjuk rasa di Lapangan Minyak Mudi.
Warga dari Dusun Kayunan dan Gandu (Desa Rahayu) melakukanpemblokiranpintu masuk lokasi CPA (Central Processing Area) Mudi. Dan  mengancam akan terus bertahan sampai tuntutan dipenuhi. Warga semakin geram karena tak satupun perangkat desa mau memfasilitasi pertemuan dengan perwakilan JOB PPEJ. Padahal, warga sekitar yang pertama kali menerima dampak negatifnya seperti keberadaan flare yang suhunya cukup panas.
Wahab yang juga salah satu warga Bojonegoro, mengeluhkan mengenai lamban dan sulitnya proses penyerapan tenaga kerja di proyek Migas tersebut. Selain itu juga persyaratan yang dirasa terlalu rumit oleh sebagian pencari kerja. Meskipun rumahnya jauh dari pusat proyek migas Blok Cepu, namun cukup dekat dengan lokasi pengeboran minyak petrochina, dia mengungkapkan “lha wong pe melbu rono lho bayar”. Meskipun telah diberlakukannya Perda mengenai pemanfaatan konten local, namun belum bisa menjamin kemudahan warga local untuk dapat bekerja di lokasi tersebut.





























BAB IV
ANALISISKEBIJAKAN PEMBANGUNAN

A.    REGULASI
Dalam RPJMD Kabupaten Bojonegoro tahun 2009-2013 menerangkan beberapa upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Bojonegoro, maka agenda pembangunan sampai dengan tahun 2012 difokuskan pada beberapa aspek yang masih menjadi masalah yang belum terselesaikan, salah satunya adalah:
·         Penanggulangan Pengangguran
Fokus agenda pembangunan pada penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bojonegoro yang pada hakekatnya merupakan program pembangunan ketenagakerjaan, secara rinci arah kebijakan yang ditetapkan dan program serta kegiatan pokok yang akan dioperasionalkan dapat diuraikan sebagai berikut:
a)      Arah Kebijakan
1.      Penciptaan iklim usaha yang kondusif melalui peningkatan investasiguna perluasan kesempatan kerja;
2.      Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikanpelayanan pendidikan, pelatihan ketenagakerjaan dan pelayanankesehatan masyarakat;
3.      Pengembangan program-program perluasan kesempatan kerja danberusaha secara luas bagi masyarakat;
4.      Perbaikan kebijakan di bidang ketenagakerjaan.
b)      Program-Program Pembangunan
1.      Program Pengembangan Kesempatan Kerja.
2.      Program Perlindungan dan Pengendalian Tenaga Kerja
3.      Program Peningkatan Kualitas Tenaga Kerja
4.      Program Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja

Berdasarkan beberapa program yang tercantum dalam RPJMD Bojonegoro, telah membantu mengurangi angka pengangguran di Bojonegoro. Salah satunya perluasan lapangan kerja dengan beberapa program yang telah dilakukan yakni AKAL, AKAN dan AKAD. Terbukti dengan terjadinya penurunan angka pengangguran tiap tahun.Namun akses masyarakat Bojonegoro untuk mendapatkan informasi lowongan pekerjaan masih minim. Khususnya di tingkat pedesaan yang menyebabkan tumbuh suburnya calo yang menjanjikan pekerjaan kepada masyarakat. Hal inilah yang harus menjadi perhatian khusus pemerintah yakni dengan memberikan kemudahan akses di tingkat pedesaan. Karena di zaman modern ini teknologi menjadi pilihan utama sebagai salah satu alat komunikasi yang lebih efektif diantaranya dengan melalui internet. Suatu hal yang perkembanganya masih minim di pedesaan.
Salah satunya dengan adanya lembaga independen sebagai mitra dari Disnakertransos yang selalu memberikan informasi lowongan pekerjaan. Selain itu juga sebagai salah satu fasilitator pemenuhan hak masyarakat atas pekerjaan dan kesempatan usaha masyarakat.
Bojonegoro dengan kekayaan minyak yang melimpah, membuat investor asing datang untuk mengolahnya. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, sebagai upaya merespons kehadiran Migas di Bojonegoro beberapa kebijakan telah dilahirkan. Salah satunya lahir Perbup Perbup No 48/2011 tentang Optimalisasi Kandungan Lokal dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas, yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Perda Nomor 23/2011 tentang percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan Migas di Kabupaten Bojonegoro. Dalam Perda tersebut terdapat beberapa pasal krusial yang membahas langsung keterlibatan konten local dalam proyek migas, yakni:
·         Pasal 7: “Kontraktor KKS dan/atau Mitra K-KKS serta Pengolah MIGAS, wajib menggunakan barang Produksi Daerah”.
·         Pasal 8: “Pengadaan Jasa Pemborongan dan Jasa Lainnya yang dilakukan oleh Kontraktor KKS atau Mitra K-KKS serta Pengolah Migas wajib mengutamakan keikutsertaan Perusahaan Lokal, BUMD, BUMDes, dan Koperasi Dalam hal dilakukan konsorsium dengan Perusahaan Nasional dan/atau dengan Perusahaan Asing maka Perusahaan Lokal, BUMD atau BUMDes, atau Koperasi, sekurang-kurangnya dapat mengerjakan minimal 30% (tiga puluh persen) pelaksanaan pekerjaan berdasar ukuran nilai Kontrak”.
·         Pasal 9: Pengadaan tenaga kerja didalam melaksanakan pekerjaan melalui ketentuan berikut: *100 % tenaga kasar/buruh berasal dari tenaga lokal. *Tenaga terlatih dan tenaga profesional dengan proporsi maksimal dari tenaga local
Diterbitkannya Perda 23/2011 oleh Pemkab Bojonegoro disebut untuk kepentingan masyarakat lokal Bojonegoro dalam pengembangan industri migas. Sementara pada satu sisi kondisi masyarakat lokal juga perlu diperhatikan. Isi dari pasal-pasal tersebut dapat membantu Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam mengurangi angka pengangguran yang masih tinggi dan memperluas kesempatan kerja. Namun selain menjadi regulator juga harus menjadi fasilitator artinya harus memfasilitasi calon tenaga kerja dengan adanya pelatihan-pelatihan khusus dalam perminyakan. Sehingga tidak hanya sebagai pekerja kasar, namun juga ikut andil dalam proses pengolahan minyak. Sebagaimana termaktub dalam pasal 19, bahwa salah satu kewajiban pihak kontraktor KKS dan mitra K-KKS serta pengolah Migas yang melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan adalah “memasukkan unsur kegiatan pelatihan ketrampilan kerja tepat sasaran sebagai salah satu fokus utama Program Kemasyarakatan (Program CSR)”.





B.     EKONOMI
Semakin menurunnya angka pengangguran di Bojonegoro, juga akan semakin membantu peningkatan pendapatan daerah, selain itu juga mengurangi angka beban tanggungan daerah. Semakin banyaknya kualifikasi lowongan pekerjaan yang tersedia, semakin memotivasi masyarakat untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Selain itu akan semakin mengurangi sikap ketergantungan dalam masyarakat terhadap pemerintah.
Keterlibatan tenaga lokal dalam kegiatan eksplorasi minyak di Bojonegoro idealnya tetap diperhatikan, sebab selama ini partisipasi kontraktor lokal dinilai sangat minim. Hal ini diakui oleh Kuzaini, Pengurus Kamar Dagang dan Industri Kabupaten Bojonegoro.  Partisipasi Konten Lokal, memang sudah disahkan dalam payung regulasi berupa Peraturan Bupati (Perbup) No. 48/2011 tentang optimalisasi Kandungan Lokal dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas.
Regulasi ini juga dikuatkan oleh Peraturan Daerah (Perda) No. 23/2011 tentang percepatan pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan migas. Namun, sejumlah pengusaha dan kontraktor mengaku bahwa penetapan grade kontraktor lokal dalam ekplorasi migas cukup memberatkan.
Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa usaha golongan besar dalam kegiatan minyak dan gas bumi adalah perusahaan atau koperasi yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahun sebelumnya lebih besar dari 50 milyar. Hal inilah yang memberatkan pengusaha local untuk dapat terlibat langsung dalam proyek tersebut.
Dinamika ini seolah semakin benderang menunjukkan siapa membawa kepentingan apa, dan atas kepentingan apa mereka bergerak. Semua berujung pada upaya untuk menepis dari kesenjangan ekonomi. Artinya, semakin tinggi potensi ekonomi yang ada di sebuah wilayah, semakin tinggi pula tensi kesenjangan maupun gesekan sosial dan horizontal yang terjadi.

C.     POLITIK
Perbup No 48/2011 dan Perda No 23/2011merupakan regulasi yang memang menjadi salah satu prioritas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, baik eksekutif maupun legislatif. Pemerintah menginginkan masyarakat lokal terlibat dalam pengembangan industri migas di Bojonegoro. Kendati demikian, regulasi tersebut tak lepas dari penilaian. Sebab bisa jadi Perda tersebut berindikasi mengandung muatan politis dari kepentingan pihak-pihak tertentu.
Jika dicermati lebih jauh, sebenarnya dapat dipahami bahwa ruh atau nafas utama dari Perda 23/2011 adalah dibentuknya Tim Optimalisasi Kandungan Lokal. Titik tekan ini dapat diketahui karena filosofi awal Pemkab Bojonegoro melahirkan Perda ini adalah untuk melibatkan kandungan lokal (local content) di berbagai proyek migas yang dipersiapkan untuk puncak produksi migas pada 2013.
Tim Optimalisasi Kandungan Lokal juga dapat dikatakan sebagai salah satu aktor dalam segala renik kepentingan yang berhubungan dengan percepatan pertumbuhan ekonomi karena mempunyai peran yang urgen dan signifikan. Dalam Bab V Pasal 21 Perda 23/2011 dijelaskan, Tim Optimalisasi Kandungan Lokal mempunyai tugas untuk mengawasi dan melakukan koordinasi kegiatan pemberdayaan kandungan lokal. Namun, jika dipahami secara jernih, ada overlaping peran yang dimainkan oleh Tim Optimalisasi tersebut.
Dalam Pasal 21 ayat 1 dijelaskan, fungsi Tim Optimalisasi adalah untuk mengawasi dan melakukan koordinasi. Akan tetapi, dalam pasal yang sama di ayat 2 ditegaskan, bahwa Tim Optimalisasi Kandungan Lokal terdiri dari tiga unsur, yaitu;pemerintah, kontraktor kontrak kerja sama (K-KKS), dan mitra K-KKS. Ada semangat untuk memberdayakan kandungan lokal, memang tidak bisa dibantah. Tetapi, mengfungsikan peran sebagai pengawas sekaligus pelaksana dengan memainkan peran-peran koordinasi dalam kegiatan pemberdayaan kandungan lokal, memungkinkan akan menjadikan kinerja Tim Optimalisasi tidak bisa maksimal. Logika sederhananya, tentu akan sulit memisahkan conflict of interest (konflik kepentingan) yang terjadi jikalau dua peran sekaligus itu dijalankan.
Perbedaan prasyarat antara K-KKS dan Mitra K-KKS yang mensyaratkan standar kompetensi dan passing grade dalam pemberdayaan kandungan lokal dengan unsur pemerintah yang pastinya lebih mempertimbangan dinamika sosial, konsensus politik, dan akomodasi kepentingan sosial inilah yang akan menjadi bara dalam sekam, atau bom waktu yang suatu saat akan meledak jika tidak diantisipasi sejak dini.

D.    PARTISIPASI PUBLIK
Sebagaimana data yang berasal dari Disnakertransos Bojonegoro menunjukkan terjadinya penurunan angka pengangguran. Namun jika Mengacu pada apa yang dikeluhkan masyarakat yang berada di daerah kawasan proyek minyak dan gas akan dampak dari proyek migas, tentu sangat merugikan masyarakat. Di samping karena dampak lingkungan yang dirasakan, juga terkait dengan kurang terbukanya pihak proyek dengan masyarakat sekitar dalam masalah informasi lowongan kerja. Masyarakat pun hanya sebagai penonton dari proyek-proyek besar yang berlangsung di daerahnya tersebut.
Sebagaimana yang tertuang dalam Perda Konten Lokal haruslah melindungi kepentingan daerah dalam kegiatan industri minyak dan gas bumi di Bojonegoro. Perda Konten Lokal itu menyebutkan kegiatan industri migas harus melibatkan sumber daya dan tenaga kerja lokal. Selain menjadi penonton masyarakat Bojonegoro, khususnya yang berada di sekitar proyek haruslah bisa ikut berpartisipasi didalamnya. Jadi mereka pun ikut merasakan kekayaan alam yang ada di wilayahnya sendiri.


BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
Tingginya angkatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang kemajuang ekonomi daerah. Jika dibandingkan dengan tahun 2011, tingkat pengangguran di Kabupaten Bojonegoro telah mengalami penurunan pada tahun 2012. Namun, masyarakat masih merasakan kesulitan dalam mencari informasi lapangan pekerjaan, khususnya di desa.
DiberlakukannyaPerbup Nomor 48/2011 tentang Optimalisasi Kandungan Lokal dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas, yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Perda Nomor 23/2011 tentang percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan Migas di Kabupaten Bojonegoro. Namun, partisipasi kontraktor dan tenaga kerja lokal dinilai masih minim.

SARAN
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Bojonegoro terhadap kebutuhan kerja, khususnya di desa, hendaknya dibentuk lembaga independen sebagai mitra dari Disnakertransos yang selalu memberikan informasi lowongan pekerjaan. Selain itu juga sebagai salah satu fasilitator pemenuhan hak masyarakat atas pekerjaan dan kesempatan usaha masyarakat.
Disahkannya Perbup No 48/2011 dan Perda Nomor 23/2011, menjadi langkah bagus untuk menyambut proyek besar Migas di Bojonegoro. Namun, selain menjadi regulator juga harus menjadi fasilitator artinya harus memfasilitasi calon tenaga kerja dengan adanya pelatihan-pelatihan khusus dalam perminyakan. Agar masyarakat pun memiliki keahlian khusus dan mampu bersaing dengan tenaga kerja non local.



DAFTAR PUSTAKA

Pattiro Institute, oleh Agus Supriyanto, SH. M. Hum (Kabag Hukum Pemda
            Bojonegoro), dalam seminar Tata Kelola Industri Ekstraktif di Tingkat
            Daerah: Tantangan dan Peluang; Jakarta, 22-23 Mei 2012
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bojonegoro 2009
2013
Tabloid BlokBojonegoro Edisi September 2012
Tabloid BlokBojonegoro Edisi Desember 2012
Beritajatim.com. Jumlah Tenaga Lokal di Industri Blok Cepu Minim. Kamis, 30
Agustus 2012 18:59:22 WIB
BlokBojonegoro.com.Komisi A Dukung Migas Berbasis Kawasan. Senin, 05
Maret 2012 06:00:31
Blog://community development.com. Teori Pembangunan. 10-09-2014, 11:58

















LAMPIRAN
FOTO HASIL KAJIAN
Lokasi pengeboran minyak dan gas Petrochina East Java
Description: Description: Description: Description: Description: Description: Bau dan Panas Menyengat, Pengeboran Petrochina Rugikan Warga
Salah satu lokasi proyek minyak dan gas Blok Cepu di daerah Perbatasan Bojonegoro-Cepu


Aktivitas pekerja di proyek Minyak dan Gas










[1]Blog://community development.com. Teori Pembangunan. 10-09-2014, 11:58
[2]Beritajatim.com.Jumlah Tenaga Lokal di Industri Blok Cepu Minim. Kamis, 30 Agustus 2012 18:59:22 WIB
[3]Pattiro Institute, oleh Agus Supriyanto, SH. M. Hum (Kabag Hukum Pemda Bojonegoro), dalam seminar Tata Kelola Industri Ekstraktif di Tingkat Daerah: Tantangan dan Peluang; Jakarta, 22-23 Mei 2012
[4]blokBojonegoro.com. Komisi A Dukung Migas Berbasis Kawasan. Senin, 05 Maret 2012 06:00:31

0 Comments:

Post a Comment