BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pembangunan
merupakan suatu proses perubahan kearah yang lebih baik dengan beberapa tahapan
yang harus dilaluinya. Pembangunan yang berorientasi pada manusia berarti pula
mempersiapkan manusia untuk ikut aktif dalam proses pembangunan yang
berkesinambungan. Hal ini berarti pembangunan yang diciptakan masyarakat
sendiri, oleh masyarakat dan untuk semua masyarakat. Dengan demikian setiap
anggota masyarakat harus ikut serta dalam setiap tahap pembangunan sesuai
dengan kemampuannya. Hal ini juga dalam rangka untuk mengembangkan
potensi-potensi masyarakat.
Undang-undang
Nomor
24 tahun 2004 tentang System Perencanaan Daerah serta Undang-Undang 32
tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengamanatkan adanya dokumen perencanaan
pembangunan daerah berupa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM
Daerah) yang merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kerja Kepala
Daerah yang penyusunannya berpedoman pada
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan memperhatikan RPJM Nasional.
Bojonegoro
merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Timur yang giat melakukan pembangunan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai daerah kecil Bojonegoro
mempunyai potensi alam yang bagus sebagai penunjang pembangunan. Hutan jati
yang dimiliki Bojonegoro menjadikan berdirinya banyak meubel di daerah
tersebut. selain itu, di daerah Bojonegoro pun ditemukan sumur-sumur minyak
yang tentu saja akan banyak mengundang investor yang dapat membuka lapangan
pekerjaan seluas-luasnya.
Permasalahan pengangguran sampai dengan tahun 2012 masih menjadi isu strategis di bidang ketenagakerjaan.
Kondisi tersebut di tandai oleh kondisi tidak seimbangnya supply dan demand tenaga
kerja akibat pertambahan angkatan kerja dan masih rendahnya daya saing kualitas
SDM terutama untuk mengisi lowongan kerja di sektor formal. Faktor kondisi
eksternal seperti situasi ekonomi dunia dan faktor perubahan sosial budaya juga
memberi kontribusi jumlah pengangguran di Bojonegoro, diantaranya masih sedikit
angkatan kerja yang berorientasi untuk berwirausaha. Di sisi lain dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang menjadi salah satu
prioritas Kabupaten Bojonegorotahun 2009-2013 terdapat target programPengembangan Kesempatan Kerja,yangdiarahkan untuk
mendorong terciptanya perluasan lapangan kerja di sektor informal maupun
formal, meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja dan menciptakan
fleksibilitas pasar kerja dalam kondisi hubungan industrial yang kondusif.
B.
KONSEPTUALISASI
Pembangunan
merupakan suatu proses yang multidimensional, mencakup perubahan orientasi dan organisasi dari sistem sosial, ekonomi,
politik dan budaya. Proses ini dilakukan untuk mencapai titik kemakmuran
masyarakat dan tercapainya kesejahteraan. Dan kesejahteraan ini akan terjadi
jika, semua indikator dapat diwujudkan. Pembangunan sesungguhnya adalah proses
yang berorientasi pada manusianya. Dengan memberikan perhatian pada unsur
manusianya, maka indikator sosial yang dalam hal ini tidak semata diukur dengan
tercapainya tingkat produksi rata-rata yang tinggi saja. Tetapi terciptanya
keadaan yang benar-benar dinikmati oleh setiap anggota masyarakat. Pembangunan
yang berorientasi pada manusianya mengutamakan pada paling tidak tiga unsur
penting, yakni: aspek kehidupannya, pengetahuan dan tingkat hidup yang memadai.
Pembangunan
yang berorientasi pada manusia berarti pula mempersiapkan manusia untuk ikut
aktif dalam proses pembangunan yang berkesinambungan. Hal ini berarti
pembangunan yang diciptakan dari masyarakat sendiri, oleh masyarakat sendiri
dan untuk semua masyarakat. Dengan demikian setiap anggota masyarakat harus
ikut serta dalam setiap tahap pembangunan sesuai dengan kemampuannya. Pembangunan
nasional pada dasarnya sangat membutuhkan kesinergian antara masyarakat dan
pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dalam pembangunan dan pemerintah
berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan suasana yang
menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah harus saling menunjang,
saling mengisi, saling melengkapi dalam memajukan masyarakat dan nasional pada
umumnya.
Dalam proses
pembangunan terdapat beberapa teori yang melandasi proses pembangunan tersebut.
Salah satunya yang terkandung dalam teori modernisasi adalah teori dorongan
berprestasi yang dikemukakan oleh David McCleland, yang lebih popular dengan
teori Need for Acheavement (N-Ach). Dia menyampaikan tentang motivasi
berprestasi atau juga sering disebut sebagai kebutuhan berprestasi yaitu
keinginan yang kuat untuk mencapai prestasi gemilang bagi seseorang melalui
cara kerja yang baik yaitu dengan selalu berpikir dan berusaha untuk menemukan
cara-cara baru untuk memperbaiki kualitas kerja yang dicapainya[1].
Teori tersebut
memberikan kesadaran pada pengambil kebijakan Negara bahwa seseorang di suatu
Negara berpengaruh pada kemajuan. Oleh karena itu, Negara akan membuat kebijakan
agar masyarakat di Negara tersebut didorong untuk memiliki keinginan yang
tinggi untuk berprestasi demi tercapainya kemajuan suatu Negara.
Kabupaten
Bojonegoro tidak hanya dikenal sebagai Kota Ledre. Sejak ditemukannya sumber
minyak di beberapa lokasi di wilayah Kabupaten setempat, Bojonegoro mendapat
julukan sebagai Texas-nya Indonesia. Kebaradaan migas bisa berdampak secara
langsung atau sebaliknya, tergantung darimana sudut pandang melihatnya. Keberadaan
investor sangat diperlukan untuk mengolah Sumber Daya Alam (SDA) minyak yang
berlimpah di perut bumi Kabupaten Bojonegoro. Namun, potensi SDA minyak tidak
bermanfaat bila tidak ada tangan-tangan ahli yang mengolahnya, serta dibantu
kebijakan yang pro industrialisasi migas. Tetapi, warga yang terdampak langsung
tidak bisa ditinggalkan.
Sebagai daerah
berbasis agraris yang tengah bersiap menuju industri, berbagai infrastruktur
dan suprastruktur mutlak dibutuhkan. Salah satu variabel penting untuk
peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat adalah keberadaan investor.
Sehingga, perlu ada kebijakan yang berpijak kepada rakyat. Akan tetapi, jangan
semua aturan dituangkan menjadi sebuah Perda. Sebab, untuk menerbitkan sebuah
Perda diperlukan kejelian dan ketelitian semua pihak, khususnya Pemkab
Bojonegoro jangan sampai bertentangan dengan Undang-Undang dan peraturan
lainnya yang lebih tinggi. Perda ini dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan dan
keberdayaan masyarakat Bojonegoro.
Sebagaimana
yang diungkapkan dalam teori David McCleand bahwa setiap kebijakan yang diambil
dalam suatu Negara harus memberikan dorongan bagi setiap warga Negara untuk
berprestasi demi tercapainya kemajuan suatu Negara. Dalam hal ini Pemkab
Bojonegoro memiliki peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
karena memiliki peran sentral sebagai pembuat kebijakan dalam proyek Migas yang
mulai berkembang. Terlebih untuk mendorong keinginan masyarakat untuk berprestasi
demi tercapainya kemajuan serta sebagai upaya partisipasi masyarakat dalam
proyek Migas di Bojonegoro.
Dalam
pengolahan proyek Migas dibutuhkan tenaga-tenaga ahli yang mampu mengolahnya.
Dengan adanya kebijakan Pemkab Bojonegoro yang pro industrialisasi migas serta
mengutamakan partisipasi penduduk lokal Bojonegoro, diharapkan mampu memberikan
dukungan serta motivasi bagi masyarakat untuk memiliki prestasi (pendidikan)
serta pengalaman yang mumpuni dalam bidang tersebut. kebijakan-kebijakan
tersebut dapat melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan dalam bidang
tersebut, guna membantu akses masyarakat dalam mengolah aset yang ada di
Bojonegoro.
C.
FOKUS KAJIAN
Kabupaten Bojonegoro semakin diperhitungkan dalam
hal wilayah dengan produksi minyak dan gas bumi (Migas) kategori besar di Indonesia. Namun, sejauh
ini harapan itu hanya tertumpu di lapangan Banyuurip, Blok Cepu, yang di
operatori Mobil Cepu Ltd. (MLC). Sedangkan, potensi lain belum tergarap serius
dan cenderung molor dari jadwal semula.
Migas menjadi isu sentral dan strategis, karena
akhir-akhir ini berbagai kegiatan penunjang percepatan puncak produksi pada
tahun 2014/2015 dari lapangan minyak Blok Cepu, terus digenjot operator, Mobil
Cepu Limited (MCL), berikut kontraktornya. Khususnya penyediaan fasilitas dan
sarana Engineering, Procurement dan Constructions (EPC). Karena itu,
dibutuhkan iklim kondusif untuk tujuan bersama menuju kesejahteraan Bojonegoro.
sebab dengan komitmen bersama dari berbagai pihak, khususnya antara operator
dan pemerintah, harapan Pemerintah Pusat yang menggantungkan produksi minyak
dari Blok Cepu mampu menyumbang 20 % kebutuhan minyak nasional akan terpenuhi,
tepat pada waktunya.
Keberadaan
infrastruktur memang merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pelaksanaan
industrialisasi dalam hal ini adalah pelaksanaan pengelolaan Blok Cepu. Karena
dengan adanya infrastruktur tersebut dapat membantu kelancaran proyek. Melihat
dari arti penting infrastruktur tersebut, maka Pemerintah Kabupaten Bojonegoro
perlu melakukan upaya untuk menyiapkan infrastruktur guna menunjang kawasan
pengelolaan Blok Cepu. Hal tersebut
dikarenakan kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur di Kabupaten
Bojonegoro yang meliputi prasarana perhubungan, kesehatan, sumber daya air, ekonomi,
dan pendidikan masih belum optimal baik kuantitas maupun kualitasnya. Selain
itu terkait dengan masalah ketenagakerjaan untuk proyek Blok Cepu perlu
dipersiapkan penanganan khusus supaya warga sekitar diprioritaskan dalam hal
kebutuhan akan tenaga kerja.
Sebagai
upaya merespons kehadiran Minyak dan Gas (Migas) di Bojonegoro beberapa
kebijakan telah dilahirkan oleh Pemkab setempat. Hal ini dilakukan dengan dalih
semata-mata untuk melindungi rakyat. Harapannya, masyarakat Bojonegoto tidak
hanya menjadi penonton dan menerima dampak negative keberadaan Migas, tanpa
bisa meresakan nikmatnya memiliki sebuah sumber kekayaan sendiri. salah satunya
lahir peraturan Bupati yang kemudian dikuatkan dengan Perda tentang percepatan
pertumbuhan ekonomi daerah dalam pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi serta
pengolahan Migas di Kabupaten Bojonegoro atau yang lebih akrab disebut sebagai
Perda Konten Lokal.
Namun,
munculnya aturan tersebut tidak semulus yang dibayangkan. Pasalnya, warga lokal
Bojonegoro masih saja kesulitan mendapatkan pekerjaan. Dalam penelitian ini memiliki
fokus terhadap upaya Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam menyambut proyek
besar Minyak dan Gas Blok Cepu, khususnya mengenai pemanfaatan konten lokal.
Peneliti menitik beratkan sejauh mana penyerapan tenaga kerja di kawasan proyek
Minyak dan Gas di bumi Angling Dharma sebagai upaya Pemerintah Kabupaten
Bojonegoro dalam mensejahterakan masyarakat Bojonegoro.
BAB
II
GAMBARAN
UMUM LOKASI KAJIAN
A.
SEJARAH
BOJONEGORO
Wilayah
atau Daerah Kabupaten Dati II Bojonegoro sebenarnya adalah kota tua yang
berpusat di kecamatan Dander atau disebut Bedander yang telah ada sejak zaman
kerajaan Singosari dan juga pernah menjadi persembunyian raja Jayanegara dan
pemberontakan seorang yang bernama Kuti, yaitu tabib yang berpengaruh di zaman
Mojopahit pada waktu itu. Bahkan menurut cerita, kota ini telah ada sebelum
kerajaan Kediri yaitu pada zaman kerajaan Meliwis Putih berdiri.
B.
KONDISI FISIK
DAN KARAKTERISTIK WILAYAH
Kabupaten
Bojonegoro memiliki luas wilayah 30.706 hektar, yang terletak pada posisi
diantara 6
dan 7
Lintang Selatan serta diantara 11
Dan 112
Bujur Timur. Dan untuk batas wilayah Kabupaten
Bojonegoro adalah :




·
Utara : berbatasan dengan Kabupaten Tuban
·
Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Nganjuk
dan
Jombang
·
Barat : berbatasan dengan Kabupaten Ngawi dan
Blora (Jawa
Tengah)
·
Timur : berbatasan dengan Kabupaten Lamongan
![]() |

Sumber
: Dinas PU Kabupaten Bojonegoro
Secara
topografis KabupatenBojonegoro dilalui Sungai Bengawan Solo yang menunjukkan
bahwa di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo merupakan daerah dataran rendah,
sedangkan di bagian Selatan merupakan dataran tinggi di sepanjang kawasa Gunung
Pandan, Kramat dan Gajah.Berikut gambar Aliran Sungai Bengawan Solo di
Kabupaten Bojonegoro :

Wilayah
administrasi pemerintahan terdiri dari:
·
Lima wilayah kerja
pembantu Bupati (Bojonegoro, Baureno, Kalitidu, Padangan, dan Ngrahu)
·
23 kecamatan
·
4 perwakilan kecamatan
·
11 kelurahan
·
419 desa
Secara
umum 81,29 % dari luas wilayah Kabupaten Bojonegoro tersebut berada
pada ketinggian 25 meter di atas permukaan laut dan lebih, sedangkan lainnya
sebanyak 18,71 % berada pada ketinggian 25 meter di atas permukaan laut. luas
daratan Bojonegoro 2.307,06 km2, yang terdiri dari :
·
Pemukiman : 534,43 km2
·
Persawahan : 867,04 km2
·
Pertanian tanah kering :
348,26 km2
·
Kawasan hutan : 14,46 km2
·
Kolam/danau/waduk :7,44 km2
·
Tanah
rusak/tandus/alang-alang :3,16 km2
·
Lain-lain :
28,82 km2
Dilihat
dari sisi tata guna tanah, maka sekitar 40,15 % dari luar wilayah adalah
merupakan kawasan hutan Negara. Proporsi penggunaan lahan adalah meliputi lahan
sawah 73.928 ha, tanah kering 49.115 ha, hutan 88.371 ha, perkebunan 581 ha dan
lain-lain 9.490 ha. Perkembangan lima tahun terakhir ini menunjukkan bahwa luas
jenis lahan sawah turun rata-rata per tahu sebesat 0,5 %, luas tanah kering
turun rata-rata 0,7 % dan luas hutan turun rata-rata 3,3 %.
Prasarana
jalan Kabupaten Bojonegoro adalah sepanjang 672 km, yang meliputi: sepanjang
284 km (46 %) dalam kondisi baik atau mantap, 218 km (35 %) dalam kondisi
sedang, dan 121 km (19 %) dalam kondisi rusak. Sedangkan prasarana jembatan
sebanyak 870 buah, dengan kondisi baik 682 buah atau 78 %, kondisi sedang 165
buah atau 19 %, dan kondisi rusak sebanyak 23 buah atau 3 %.
C.
KONDISI EKONOMI
Terdapat
beberapa sektor pembentuk perekonomian Kabupaten Bojonegoro, diantaranya sector
pertanian, pertambangan dan penggallian, industry pengolahan, perdagangan dan
sector jasa. Selama lima tahun terakhir ini struktur perekonomian daerah
mengalami pergeseran kontribusi sector dalam pembentuk PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto). Sektor-sektor diluar sector pertambangan dan penggalian mulai
mengalami penurunan konstribusi, sedangkan khusus pada sector pertambangan dan
penggalian sendiri mulai menjadi konstributor yang cukup berarti, dengan
peningkatan yang cukup signifikan.
Sebagaimana
yang tercantum dalam RPJMD 2009-2013 Kabupaten Bojonegoro, selama lima tahun
terakhir pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Bojonegoro menunjukkan adanya angka
yang fluktuatif (naik-turun). Sektor yang menjadi penyumbang paling dominan
bagi perekonomian Kabupaten Bojonegoro adalah sector pertanian, kemudian
diikuti sector petambangan dan penggalian, sector perdagangan, hotel dan
restoran, serta sector jasa.
Sumber
keuangan daerah terdiri dari Pendapat Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan
pendapatan lain-lain yang sah. Potensi yang mendukung bagi investasi dunia
usaha di Kabupaten Bojonegoro adalah komoditas hasil pertanian, peternakan,
perkebunan dan kehutanan. Disamping itu juga industry yang meliputi industry
pengemasan, pengolahan dan pengolahan bahan galian golongan C.
D.
KONDISI SOSIAL BUDAYA
1.
Kependudukan
Pada umumnya masyarakat Kabupaten Bojonegoro merupakan petani
yang sebagian besar tinggal di daerah pedesaan. Sekalipun daerah persawahan
kurang bisa dikatakan subur karena pada umumnya mereka bertani dengan menanam
padi yang bisa di panen 1 tahun 2 kali.
Satu hal yang menjadi prioritas utama daerah ini
yaitu usaha-usaha penanaman jati, karena sekitar 50.145 ha merupakan areal
produktid hutan jati Bojonegoro yang lebih dititikberatkan di bagian utara.
Disamping hasil kayu jati Bojonegoro juga dikenal sebagai penghasil tembakau di
Indonesia.
Salah satu
kendala yang sering dihadapi masyarakat Bojonegoro adalah bencana banjir
tahunan dari aliran sungai Bengawan Solo yang pada musim penghujan sering
melanda,
2.
Kesehatan
Derajat kesehatan di Kabupaten
Bojonegoro dapat dilihat dari beberapa indicator, antara lain:
·
Angka kematian bayi per
1.000 kelahiran hidup (AKB)
·
Angka kematian ibu
melahirkan per 100.000 kelahiran hidup (AKI)
·
Rata-rata usia harapan
hidup penduduk
·
Status gizi masyarakat
Untuk penyediaan
sarana kesehatan sampai tahun 2012 ini telah meluas merata di seluruh wilayah
Kabupaten Bojonegoro, yaitu rumah sakit pemerintah daerah sebanyak 3 buah, RS
Polri 1 buah, RS Swasta 4 buah. Untuk puskesmas ada sebanyak 35 buah dan
puskesmas pembantu 68 buah.
E.
AGAMA
Mayoritas
penduduk Kabupaten Bojonegoro merupakan penganut Islam. Selain Islam, adapula
beberapa agama yang berkembang di Kabupaten tersebut yang umumnya merupakan
agama resmi di Indonesia, yakni; Katolik, Kristen, Hindu dan Budha. Sarana ibadah
berupa masjid 1.239 buah, musholla/langgar 6.063 buah, gereja 27 buah, wihara 1
buah dan pura 1 buah. Selain itu terdapat 163 pondok pesantren yang tersebar di
beberapa wilayah Bojonegoro sebagai penunjang pendidikan agama di Kabupaten
Bojonegoro.
Kerukunan
kehidupan intern dan antar umat beragama di Kabupaten Bojonegoro dalam kondisi
baik dan kondusif bagi pengembangan peran aktif umat beragama dalam pelaksanaan
pembangunan daerah.
BAB
III
PAPARAN
DATA HASIL KAJIAN
A.
PEMERINTAH-DISNAKERTRANSOS
BOJONEGORO
Berdasarkan
data yang berhasil dihimpun peneliti dari hasil wawancara dengan Bapak Sugiarto
salah satu staff di Disnakertransos Bojonegoro pada tahun 2012 jumlah penduduk
Bojonegoro mencapai 1.388.771 jiwa, dengan klasifikasi sebagai berikut :
No.
|
Kategori
|
Jumlah
|
1.
|
Penduduk bukan usia kerja (16-64
tahun)
|
442.920
|
2.
|
Penduduk usia kerja
|
945.851
|
3.
|
Angkatan kerja
|
747.449
|
4.
|
Pencari kerja tertampung/terserap
|
726.949
|
5.
|
Pencari kerja terdaftar
|
6.046
|
6.
|
Pengangguran
|
20.560
|
Angkatan kerja
yang terserap di Bojonegoro meliputi pekerja formal maupun informal. Bagi
masyarakat yang telah memiliki penghasilan sendiri serta mandiri sudah
dikategorikan sebagai pekerja. Pemerintah tidak membedakan antara pekerja
formal maupun non formal (PKL, tukang ojek), meskipun terdapat perbedaan dalam
penerimaan penghasilan, namun mereka sudah dapat membantu mengurangi
pengangguran di Bojonegoro. terhadap pekerja formal seperti PKL, pemerintah
telah memberikan perhatian khusus dengan mengalokasikan lahan di beberapa
tempat sebagai tempat mereka membuka usaha.
Tingkat
pengangguran Bojonegoro telah mengalami penurunan yang cukup signifikan selama
tiga tahun terakhir. Berikut data pengangguran 2010-2012:
Tahun
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
2010
|
12.905
|
13.445
|
26.350
|
2011
|
10.516
|
12.339
|
22.855
|
2012*
|
9.090
|
11.470
|
20.560
|
*Data pada tahun 2012 ini berdasarkan penghitungan sampai bulan
November
Pengurangan
tingkat pengangguran di Bojonegoro tidak lepas dari berbagai usaha yang
dilakukan Pemerintah Kabupaten melalui Disnakertransos. Untuk mengatasi angka
pengangguran di Bojonegoro, Disnakertrans sudah melakukan berbagai usaha,
diantaranya dengan mendatangi beberapa perusahaan atau pabrik yang ada di
Bojonegoro. Usaha tersebut dilakukan sebagai bentuk pencarian informasi lowongan
pekerjaan sekaligus sebagai bantuan kepada pengangguran. Dalam hal ini antara
Disnakertrans dan setiap perusahaan atau pabrik di Bojonegoro harus saling
bekerja sama sebagai upaya mengurangi dan mengatasi pengangguran di Bojonegoro.
Selain itu, juga terdapat beberapa program sebagai upaya untuk mengatasi pengangguran.
Diantara Program-Program mengatasi pengangguran di Bojonegoro adalah:
a.
Program swasta
Pelatihan yang
diselenggarakan oleh perorangan/kelompok tanpa adanya campur tangan pemerintah.
Misalnya: kursus (bahasa, mengemudi, menjahit dll).
b.
Program pemerintah
Pelatihan
ketrampilan yang diprakarsai oleh pemerintah. Misalnya: koperasi, UKM,
perkebunan, lembaga-lembaga yang berada dibawah naungan dinas setempat, seperti
AKBID (Akademi Bidan), SMK Migas (yang akan dirintis pemerintah menyambut
industry migas di Bojonegoro)
Program yang
dirintis Disnakertransos Bojonegoro adalah pelatihan kewirausahaan dalam kurun
waktu pelatihan selama 1 minggu hingga 3 bulan, yang bertempat di BLK (Balai
Latihan Kerja).
Selain
program-program tersebut Disnakertransos Bojonegoro memiliki program untuk
menyalurkan tenaga kerja di berbagai tempat:
a.
AKAL (Antar Kerja Antar Lokal)
Program
penyaluran tenaga kerja ke perusahaan-perusahaan yang masih berada dalam
wilayah satu kabupaten/provinsi.
b.
AKAD (Antar Kerja Antar Daerah)
Penyaluran
tenaga kerja ke luar daerah kabupaten/provinsi
c.
AKAN (Antar Kerja Antar Negara)
Penyaluran
tenaga kerja ke luar negeri yang bekerja sama dengan PJ-TKI. Data jumlah TKI
yang diberangkatkan ke luar negeri :
Tahun
|
Jumlah
|
2010
2011
2012
|
405 tenaga kerja
285 tenaga kerja
378 tenaga keja
|
Perekrutan
tenaga kerja juga dilakukan untuk luar daerah Bojonegoro, selama lowongan kerja
masih belum terisi oleh pekerja local, perekrutan dapat dilakukan untuk luar
daerah Bojonegoro. Disnakertransos Bojonegoro juga bekerja sama dengan pihak
Indomaret dan Alfamaret Surabaya, setiap bulan setidaknya mengirimkan 3-5
tenaga kerja ke perusahaan tersebut yang ditempatkan di berbagai daerah
pemasarannya.
Berdasarkan
hasil wawancara dengan Ibu Endang Remis pegawai Disnakertransos Bojonegoro
bagian pengawasan, pada tahun 2012 Upah Minimum Regional (UMR) Bojonegoro
berdasarkan Pergub nomor 81 tahun 2011sebesar Rp 930.000,-. Dan pada tahun 2013
ini mengalami peningkatan sebesar Rp 1.029.500,- berdasarkan Peraturan Gubernur
(Pergub) nomor 72 tahun 2012. Penetapan UMR ini berdasarkan kehidupan hidup
layak penduduk Bojonegoro yang diketahui dari hasil survey yang dilakukan oleh
Dewan Pengupahan ke beberapa pasar kota (swalayan) dan pasar-pasar tradisional.
Hal ini dilakukan di beberapa pasar karena merupakan pusat dari transaksi
jual-beli kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat, baik kebutuhan pokok maupun
kebutuhan penunjang lainnya.
Sejak
ditemukannya beberapa sumur minyak di Bojonegoro, seperti di kawasan Blok Cepu
Banyuurip, juga dapat membantu dalam penyerapan tenaga kerja di Bojonegoro.
Namun, menurut Disnakertansos
Kabupaten Bojonegoro mencatat jumlah tenaga kerja lokal yang terlibat dalam
kegiatan industri minyak dan gas bumi di lapangan Banyu Urip, Blok Cepu di
Bojonegoro sangat minim.
Menurut penuturan Iskandar selaku Kadin, data yang ada tenaga kerja lokal
yang direkrut dalam kegiatan industri migas Blok Cepu hanya sekitar 189 orang.
Tenaga kerja lokal dari Bojonegoro sebanyak 135 orang dan selebihnya sebanyak
54 orang dari luar Bojonegoro. Selain itu, untuk tenaga kerja lokal yang dipekerjakan sebagai tenaga kasar dalam proyek fisik Banyu Urip memang
lumayan banyak yakni sekitar 1.500 orang[2].
Yakni bekerja sebagai sopir, kenek, dan satpam. Namun, kontrak para pekerja
hanya pada masa proyek berlangsung yakni sekitar tiga tahun.Disnakertransos
mencatat ada sekitar 1.826 tenaga kerja lokal yang siap bekerja dalam industri
migas di Bojonegoro. Namun, mereka terkendala dengan persyaratan sertifikat
keahlian. Sebab, persyaratan yang harus dipenuhi harus mempunyai sertifikat
keahlian.
Sebagai upaya merespons kehadiran Minyak dan Gas (Migas) di Bojonegoro
beberapa kebijakan telah dilahirkan oleh Pemkab, yakni: Pembuatan payung hukum berupa Perbup No
48/2011 tentang Optimalisasi Kandungan Lokal dalam Kegiatan Eksplorasi dan
Eksploitasi Migas, serta Perda No 23/2011 tentang percepatan Pertumbuhan
Ekonomi dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi serta pengolahan Migas di
Bojonegoro.
Perda Nomor 23/2011 tentang percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam
pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan Migas di Kabupaten
Bojonegoro: “Pasal 9: Pengadaan tenaga kerja didalam melaksanakan pekerjaan
melalui ketentuan berikut: *100 % tenaga kasar/buruh berasal dari tenaga lokal.
*Tenaga
terlatih dan tenaga profesional dengan proporsi maksimal dari tenaga lokal”.
B.
LEGISLATIF
Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro melaksanakan 34 urusan ditahun 2012 dengan
alokasi dana sebesar Rp1,679 triliun lebih. Dengan cakupan 26 urusan wajib dan
delapan urusan pillihan. Untuk urusan pilihan di antaranya adalah:
·
Urusan pertanian dengan alokasi
dana sebesar Rp 25,1 miliar
·
Urusan kehutanan Rp 4,13 miliar
·
Urusan energi dan sumber daya
mineral Rp4,08 miliar
·
Pariwisata Rp 1,5 miliar, kelautan
dan perikanan Rp5,28 miliar
·
Perdagangan Rp 6,8 miliar
·
Industri Rp1,172 miliar
·
Urusan ketransmigrasian Rp88 juta.
Berkenaan
dengan masalah percepatan eksploitasi minyak dan gas Blok cepu di Banyuurip,
banyak mengundang kotroversi. Karena pada tahun 2013 ini merupakan
awal proses percepatan puncak produksi Migas, yang bersamaan pula dengan awal
pemerintahan Bupati periode 2013-2018. Dan proyek migas ini akan menjadi isu
strategis yang akan terlibat dalam banyak aktivitas lokal yang timbul dari
dinamika politik lokal. Berikut proses terjadinya kesepakatan antara Pemkab
Bojonegoro dan BP Migas berupa regulasi yang menjadi salah satu prioritas
Pemkab Bojonegoro, baik eksekutif maupun legeslatif[3]:
·
Refleksi dan konsultasi
multistakeholder–Kondisi daerah kaya SDA tetapi kurang mengoptimalkan potensi
daerah
·
Penyepakatan
model regulasi
·
Pembuatan payung
hukum; berupa Perbup No 48/2011 tentang Optimalisasi Kandungan Lokal
dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas,serta Perda No 23/2011
tentang percepatan Pertumbuhan Ekonomi dalam Kegiatan Eksplorasi dan
Eksploitasi serta pengolahan Migas di Bojonegoro
·
Peningkatan
status regulasi; Perbub ke Perda
·
Institusionalisasi;
Pembentukan tim, Implementasi
·
Konfrontasi
dengan pemerintah pusat, BP Migas; MCL (Mobile Cepu Limited) mengumumkan
pemenang tender EPC (Engineering, Procurement and Constructions) senilai
38 Triliun, Mediasi proyek antara pemenang tender EPC MCL dengan pengusaha
lokal Bojonegoro, MCL bersikukuh untuk melaksanakan EPC sesuai dengan petunjuk
BP Migas (PTK 007), Pemkab Bojonegoro menahan penerbitan IMB dan HO untuk EPC,
karena EPC tidak mematuhi perda lokal konten, BP Migas melapor kepada Wakil
Presiden terkait masalah IMB yang belum diterbitkan oleh Pemkab Bojonegoro.
Wakil Presiden menuding Bojonegoro menghambat proyek nasional, Konsultasi
Bupati dengan Pemerintah Pusat (wakil Presiden), Hasil akhir: Bupati
menerbitkan IMB dan HO untuk EPC setelah ada kesanggupan dari pemenang EPC
untuk mematuhi perda konten lokal
Adapun
isi dari regulasinya adalah berkisar tentang upaya untuk:
·
Meningkatkan
kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian daerah
·
Mengembangkan
kemampuan daerah untuk berdaya saing di tingkat nasional, regional, dan
internasional berlandaskan keunggulan kompetitif daerah
·
Mengendalikan
permasalahan sosial dan ekonomi yang berpotensi menghambat kelancaran rangkaian
pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan minyak dan gas bumi.
Salah satu
rancangan untuk menghadapi proyek Migas di Bojonegoro dengan mendukung adanya
raperda Rencana Detail Tata Ruang Kota (RDTRK) industrialisasi migas berbasis
kawasan juga disuarakan Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Agus Susanto Rismanto. Menurutnya,
jika keberadaan raperda itu sesuai dengan kondisi riil kebutuhan Kabupaten
Bojonegoro. Karena, tanpa adanya aturan main yang jelas, maka pihak-pihak yang
berkompeten di operasi migas akan seenaknya sendiri memainkan peran tanpa
adanya ikatan dengan masyarakat sekitar[4].
C.
PELAKU
EKONOMI/DUNIA USAHA
Menyambut pesta
puncak dari proyek minyak dan gas Blok Cepu menuai banyak pro dan kontra di
kalangan masyarakat. Seperti diberitakan sebelumnya, Pemkab dan DPRD Bojonegoro juga
menetapkan PeraturanDaerah (Perda) Nomor 23 Tahun 2011 Perda Konten Lokal itu resmi menjadi regulasi
daerah untuk mengawal keterlibatan konten lokal dalam percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam kaitannya dengan migas di
Bojonegoro.
Sebagaimana
yang dihimpun dari LensaIndonesia.com, Himpunan
Pengusaha Muda Indonesia Jawa Timur menilai bahwa regulasi yang baru disahkan 10 November 2011 itu tidak pro pengusaha kecil. Ketua IV Bidang Energi, Pertambangan, dan
Kehutanan, Ahmad Arif menghargai langkah pemkabBojonegoro yang telah mengesahkan Perbup no 48/2011 yang sejatinya mengawal
keterlibatan kandungan lokal (local content) di proyek eksplorasi migas yang
dipersiapkan untuk masa puncak produksi migas pada 2013 mendatang.
Munculnya semangat memberdayakan kontraktor lokal, lanjut Ahmad Arif
tidak bisa dibantah dan layak diapresiasi. Namun, Ahmad menilai jika aturan
yang ditetapkanadalah penyertaan modal 50 milyar, maka para pengusaha muda di Bojonegoro akan
sulit bersaing. HIPMI menghimbau untuk meninjau ulang perda tersebut sehingga
peluang pengusaha muda, khususnya pengusaha lokal bojonegoro dapat berperan
aktif.
Namun, menurut
penuturan Direktur Utama PT Bangkit Bangun Sarana (BBS), Deddy Affidick, "Bagus
apa tidaknya Perbup dan Perda itu tergantung dari orang yang
menginterpretasikannya". Peraturan tersebut akan berdampak positif
apabila dipahami dan dimaknai positif pula. Namun sebaliknya, memiliki dampak
negatif, jika dimaknai negatif.
D.
MASYARAKAT
Pada
tanggal 11 Oktober 2012, terjadi aksi unjuk
rasa warga Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban diduga dipicu sikap
pemerintah desa yang dinilai tidak transparan.
Pasalnya, selama ini perekrutan tenaga kerja untuk bisa bekerja ke JOB Pertamina Petrochina East Java
(PPEJ) harus melalui kepala desa. Warga desa menduga
ada praktik suap dalam perekrutan tenaga kerja di Lapangan Minyak yang dikelola
JOB PPEJ tersebut.
Sukisno,
salah satu pengunjuk rasa mengatakan dari informasi yang berkembang di masyarakat,
untuk tenaga kasar minimal harus memberikan uang Rp10 juta. Sedangkan tenaga skill bisa mencapai
puluhan juta rupiah. Hal itulah yang memicu terjadinya aksi unjuk rasa di
Lapangan Minyak Mudi.
Warga
dari Dusun Kayunan dan Gandu (Desa Rahayu) melakukanpemblokiranpintu masuk lokasi CPA
(Central Processing Area) Mudi. Dan mengancam akan terus bertahan sampai tuntutan
dipenuhi. Warga semakin geram karena tak satupun perangkat desa mau memfasilitasi
pertemuan dengan perwakilan JOB PPEJ. Padahal, warga sekitar yang pertama kali menerima dampak negatifnya seperti keberadaan flare
yang suhunya cukup panas.
Wahab
yang juga salah satu warga Bojonegoro, mengeluhkan mengenai lamban dan sulitnya
proses penyerapan tenaga kerja di proyek Migas tersebut. Selain itu juga
persyaratan yang dirasa terlalu rumit
oleh sebagian pencari kerja. Meskipun rumahnya jauh dari pusat proyek migas
Blok Cepu, namun cukup dekat dengan lokasi pengeboran minyak petrochina, dia
mengungkapkan “lha wong pe melbu rono lho bayar”. Meskipun telah
diberlakukannya Perda mengenai pemanfaatan konten local, namun belum bisa
menjamin kemudahan warga local untuk dapat bekerja di lokasi tersebut.
BAB
IV
ANALISISKEBIJAKAN
PEMBANGUNAN
A.
REGULASI
Dalam RPJMD
Kabupaten Bojonegoro tahun 2009-2013 menerangkan beberapa upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan dan kemandirian masyarakat
Bojonegoro, maka agenda pembangunan sampai dengan tahun 2012 difokuskan pada
beberapa aspek yang masih menjadi masalah yang belum terselesaikan, salah
satunya adalah:
·
Penanggulangan Pengangguran
Fokus agenda
pembangunan pada penanggulangan pengangguran di Kabupaten Bojonegoro yang pada
hakekatnya merupakan program pembangunan ketenagakerjaan, secara rinci arah
kebijakan yang ditetapkan dan program serta kegiatan pokok yang akan dioperasionalkan
dapat diuraikan sebagai berikut:
a)
Arah Kebijakan
1.
Penciptaan iklim usaha yang
kondusif melalui peningkatan investasiguna perluasan kesempatan kerja;
2.
Meningkatkan kualitas sumber daya
manusia melalui perbaikanpelayanan pendidikan, pelatihan ketenagakerjaan dan
pelayanankesehatan masyarakat;
3.
Pengembangan program-program
perluasan kesempatan kerja danberusaha secara luas bagi masyarakat;
4.
Perbaikan kebijakan di bidang
ketenagakerjaan.
b)
Program-Program Pembangunan
1.
Program Pengembangan Kesempatan
Kerja.
2.
Program Perlindungan dan
Pengendalian Tenaga Kerja
3.
Program Peningkatan Kualitas Tenaga
Kerja
4.
Program Peningkatan Produktivitas
Tenaga Kerja
Berdasarkan
beberapa program yang tercantum dalam RPJMD Bojonegoro, telah membantu
mengurangi angka pengangguran di Bojonegoro. Salah satunya perluasan lapangan
kerja dengan beberapa program yang telah dilakukan yakni AKAL, AKAN dan AKAD.
Terbukti dengan terjadinya penurunan angka pengangguran tiap tahun.Namun akses
masyarakat Bojonegoro untuk mendapatkan informasi lowongan pekerjaan masih
minim. Khususnya di tingkat pedesaan yang menyebabkan tumbuh suburnya calo yang
menjanjikan pekerjaan kepada masyarakat. Hal inilah yang harus menjadi
perhatian khusus pemerintah yakni dengan memberikan kemudahan akses di tingkat
pedesaan. Karena di zaman modern ini teknologi menjadi pilihan utama sebagai
salah satu alat komunikasi yang lebih efektif diantaranya dengan melalui
internet. Suatu hal yang perkembanganya masih minim di pedesaan.
Salah satunya
dengan adanya lembaga independen sebagai mitra dari Disnakertransos yang selalu
memberikan informasi lowongan pekerjaan. Selain itu juga sebagai salah satu
fasilitator pemenuhan hak masyarakat atas pekerjaan dan kesempatan usaha
masyarakat.
Bojonegoro
dengan kekayaan minyak yang melimpah, membuat investor asing datang untuk
mengolahnya. Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, sebagai upaya
merespons kehadiran Migas di Bojonegoro beberapa kebijakan telah dilahirkan.
Salah satunya lahir Perbup Perbup No 48/2011 tentang Optimalisasi Kandungan
Lokal dalam Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Migas, yang kemudian
ditingkatkan statusnya menjadi Perda Nomor 23/2011 tentang percepatan
pertumbuhan ekonomi daerah dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi serta
pengolahan Migas di Kabupaten Bojonegoro. Dalam Perda tersebut terdapat
beberapa pasal krusial yang membahas langsung keterlibatan konten local dalam
proyek migas, yakni:
·
Pasal 7:
“Kontraktor KKS dan/atau Mitra K-KKS serta Pengolah MIGAS, wajib menggunakan
barang Produksi Daerah”.
·
Pasal 8: “Pengadaan
Jasa Pemborongan dan Jasa Lainnya yang dilakukan oleh Kontraktor KKS atau Mitra
K-KKS serta Pengolah Migas wajib mengutamakan keikutsertaan Perusahaan Lokal,
BUMD, BUMDes, dan Koperasi Dalam hal dilakukan konsorsium dengan Perusahaan
Nasional dan/atau dengan Perusahaan Asing maka Perusahaan Lokal, BUMD atau
BUMDes, atau Koperasi, sekurang-kurangnya dapat mengerjakan minimal 30% (tiga
puluh persen) pelaksanaan pekerjaan berdasar ukuran nilai Kontrak”.
·
Pasal 9:
Pengadaan tenaga kerja didalam melaksanakan pekerjaan melalui ketentuan berikut:
*100 % tenaga kasar/buruh berasal dari tenaga lokal. *Tenaga terlatih dan
tenaga profesional dengan proporsi maksimal dari tenaga local
Diterbitkannya
Perda 23/2011 oleh Pemkab Bojonegoro disebut untuk kepentingan masyarakat lokal
Bojonegoro dalam pengembangan industri migas. Sementara pada satu sisi kondisi
masyarakat lokal juga perlu diperhatikan. Isi dari pasal-pasal tersebut dapat
membantu Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam mengurangi angka pengangguran
yang masih tinggi dan memperluas kesempatan kerja. Namun selain menjadi
regulator juga harus menjadi fasilitator artinya harus memfasilitasi calon
tenaga kerja dengan adanya pelatihan-pelatihan khusus dalam perminyakan.
Sehingga tidak hanya sebagai pekerja kasar, namun juga ikut andil dalam proses
pengolahan minyak. Sebagaimana termaktub dalam pasal 19, bahwa salah satu
kewajiban pihak kontraktor KKS dan mitra K-KKS serta pengolah Migas yang
melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan adalah “memasukkan
unsur kegiatan pelatihan ketrampilan kerja tepat sasaran sebagai salah satu
fokus utama Program Kemasyarakatan (Program CSR)”.
B.
EKONOMI
Semakin menurunnya angka pengangguran di Bojonegoro, juga akan semakin
membantu peningkatan pendapatan daerah, selain itu juga mengurangi angka beban
tanggungan daerah. Semakin banyaknya kualifikasi lowongan pekerjaan yang
tersedia, semakin memotivasi masyarakat untuk memperoleh pekerjaan yang lebih
baik. Selain itu akan semakin mengurangi sikap ketergantungan dalam masyarakat
terhadap pemerintah.
Keterlibatan tenaga lokal dalam kegiatan eksplorasi minyak di Bojonegoro
idealnya tetap diperhatikan, sebab selama ini partisipasi kontraktor lokal
dinilai sangat minim. Hal ini diakui oleh Kuzaini, Pengurus Kamar Dagang dan Industri
Kabupaten Bojonegoro. Partisipasi Konten
Lokal, memang sudah disahkan dalam payung regulasi berupa Peraturan Bupati
(Perbup) No. 48/2011 tentang optimalisasi Kandungan Lokal dalam Kegiatan
Eksplorasi dan Eksploitasi Migas.
Regulasi ini juga dikuatkan oleh Peraturan Daerah (Perda) No. 23/2011
tentang percepatan pertumbuhan ekonomi dalam pelaksanaan eksplorasi dan
eksploitasi serta pengolahan migas. Namun, sejumlah pengusaha dan kontraktor
mengaku bahwa penetapan grade kontraktor lokal dalam ekplorasi migas cukup
memberatkan.
Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa usaha golongan besar dalam
kegiatan minyak dan gas bumi adalah perusahaan atau koperasi yang memiliki
kekayaan bersih lebih besar dari 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan
atau memiliki hasil penjualan tahun sebelumnya lebih besar dari 50 milyar. Hal
inilah yang memberatkan pengusaha local untuk dapat terlibat langsung dalam
proyek tersebut.
Dinamika ini seolah semakin benderang menunjukkan siapa membawa kepentingan
apa, dan atas kepentingan apa mereka bergerak. Semua berujung pada upaya untuk
menepis dari kesenjangan ekonomi. Artinya, semakin tinggi potensi
ekonomi yang ada di sebuah wilayah, semakin tinggi pula tensi kesenjangan
maupun gesekan sosial dan horizontal yang terjadi.
C.
POLITIK
Perbup
No 48/2011 dan Perda No 23/2011merupakan regulasi yang memang menjadi salah
satu prioritas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, baik eksekutif maupun
legislatif. Pemerintah menginginkan masyarakat lokal terlibat dalam
pengembangan industri migas di Bojonegoro. Kendati demikian, regulasi tersebut
tak lepas dari penilaian. Sebab bisa jadi Perda tersebut berindikasi mengandung
muatan politis dari kepentingan pihak-pihak tertentu.
Jika dicermati lebih jauh, sebenarnya dapat dipahami bahwa ruh atau nafas
utama dari Perda 23/2011 adalah dibentuknya Tim Optimalisasi Kandungan Lokal.
Titik tekan ini dapat diketahui karena filosofi awal Pemkab Bojonegoro
melahirkan Perda ini adalah untuk melibatkan kandungan lokal (local content) di
berbagai proyek migas yang dipersiapkan untuk puncak produksi migas pada 2013.
Tim Optimalisasi Kandungan Lokal juga dapat dikatakan sebagai salah satu aktor
dalam segala renik kepentingan yang berhubungan dengan percepatan pertumbuhan
ekonomi karena mempunyai peran yang urgen dan signifikan. Dalam Bab V Pasal 21
Perda 23/2011 dijelaskan, Tim Optimalisasi Kandungan Lokal mempunyai tugas
untuk mengawasi dan melakukan koordinasi kegiatan pemberdayaan kandungan lokal.
Namun, jika dipahami secara jernih, ada overlaping peran yang dimainkan oleh
Tim Optimalisasi tersebut.
Dalam Pasal 21 ayat 1 dijelaskan, fungsi Tim Optimalisasi adalah untuk
mengawasi dan melakukan koordinasi. Akan tetapi, dalam pasal yang sama di ayat
2 ditegaskan, bahwa Tim Optimalisasi Kandungan Lokal terdiri dari tiga unsur,
yaitu;pemerintah, kontraktor kontrak kerja sama (K-KKS), dan mitra K-KKS. Ada
semangat untuk memberdayakan kandungan lokal, memang tidak bisa dibantah.
Tetapi, mengfungsikan peran sebagai pengawas sekaligus pelaksana dengan
memainkan peran-peran koordinasi dalam kegiatan pemberdayaan kandungan lokal, memungkinkan
akan menjadikan kinerja Tim Optimalisasi tidak bisa maksimal. Logika
sederhananya, tentu akan sulit memisahkan conflict of interest (konflik
kepentingan) yang terjadi jikalau dua peran sekaligus itu dijalankan.
Perbedaan prasyarat antara K-KKS dan Mitra K-KKS yang mensyaratkan standar
kompetensi dan passing grade dalam pemberdayaan kandungan lokal dengan unsur
pemerintah yang pastinya lebih mempertimbangan dinamika sosial, konsensus
politik, dan akomodasi kepentingan sosial inilah yang akan menjadi bara dalam
sekam, atau bom waktu yang suatu saat akan meledak jika tidak diantisipasi
sejak dini.
D.
PARTISIPASI
PUBLIK
Sebagaimana data yang berasal dari Disnakertransos Bojonegoro menunjukkan
terjadinya penurunan angka pengangguran. Namun jika Mengacu
pada apa yang dikeluhkan masyarakat yang berada di daerah kawasan proyek minyak
dan gas akan dampak dari proyek migas, tentu sangat merugikan masyarakat. Di
samping karena dampak lingkungan yang dirasakan, juga terkait dengan kurang
terbukanya pihak proyek dengan masyarakat sekitar dalam masalah informasi
lowongan kerja. Masyarakat pun hanya sebagai penonton dari proyek-proyek besar
yang berlangsung di daerahnya tersebut.
Sebagaimana
yang tertuang dalam Perda Konten Lokal haruslah melindungi kepentingan daerah
dalam kegiatan industri minyak dan gas bumi di Bojonegoro. Perda Konten Lokal
itu menyebutkan kegiatan industri migas harus melibatkan sumber daya dan tenaga
kerja lokal. Selain menjadi penonton masyarakat Bojonegoro, khususnya yang
berada di sekitar proyek haruslah bisa ikut berpartisipasi didalamnya. Jadi
mereka pun ikut merasakan kekayaan alam yang ada di wilayahnya sendiri.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Tingginya
angkatan kerja merupakan salah satu faktor penunjang kemajuang ekonomi daerah.
Jika dibandingkan dengan tahun 2011, tingkat pengangguran di Kabupaten
Bojonegoro telah mengalami penurunan pada tahun 2012. Namun, masyarakat masih
merasakan kesulitan dalam mencari informasi lapangan pekerjaan, khususnya di
desa.
DiberlakukannyaPerbup
Nomor 48/2011 tentang Optimalisasi Kandungan Lokal dalam Kegiatan Eksplorasi
dan Eksploitasi Migas, yang kemudian ditingkatkan statusnya menjadi Perda Nomor
23/2011 tentang percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dalam pelaksanaan
eksplorasi dan eksploitasi serta pengolahan Migas di Kabupaten Bojonegoro. Namun,
partisipasi kontraktor dan tenaga kerja lokal dinilai masih minim.
SARAN
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
Bojonegoro terhadap kebutuhan kerja, khususnya di desa, hendaknya dibentuk lembaga
independen sebagai mitra dari Disnakertransos yang selalu memberikan informasi
lowongan pekerjaan. Selain itu juga sebagai salah satu fasilitator pemenuhan
hak masyarakat atas pekerjaan dan kesempatan usaha masyarakat.
Disahkannya Perbup
No 48/2011 dan Perda Nomor 23/2011, menjadi langkah bagus untuk menyambut
proyek besar Migas di Bojonegoro. Namun, selain menjadi regulator juga harus
menjadi fasilitator artinya harus memfasilitasi calon tenaga kerja dengan
adanya pelatihan-pelatihan khusus dalam perminyakan. Agar masyarakat pun
memiliki keahlian khusus dan mampu bersaing dengan tenaga kerja non local.
DAFTAR
PUSTAKA
Pattiro Institute, oleh Agus
Supriyanto, SH. M. Hum (Kabag Hukum Pemda
Bojonegoro),
dalam seminar Tata Kelola Industri Ekstraktif di Tingkat
Daerah: Tantangan
dan Peluang; Jakarta, 22-23 Mei 2012
2013
Tabloid BlokBojonegoro Edisi September 2012
Tabloid BlokBojonegoro Edisi Desember 2012
Beritajatim.com. Jumlah Tenaga Lokal di
Industri Blok Cepu Minim. Kamis, 30
Agustus 2012 18:59:22
WIB
BlokBojonegoro.com.Komisi A Dukung Migas
Berbasis Kawasan. Senin, 05
Maret 2012 06:00:31
Blog://community development.com. Teori
Pembangunan. 10-09-2014,
11:58
LAMPIRAN
FOTO
HASIL KAJIAN
Lokasi pengeboran minyak dan gas Petrochina East
Java
Salah satu lokasi proyek minyak dan
gas Blok Cepu di daerah Perbatasan Bojonegoro-Cepu


Aktivitas pekerja di proyek Minyak dan Gas

[1]Blog://community development.com. Teori
Pembangunan. 10-09-2014, 11:58
[2]Beritajatim.com.Jumlah
Tenaga Lokal di Industri Blok Cepu Minim. Kamis, 30 Agustus 2012 18:59:22
WIB
[3]Pattiro Institute, oleh Agus Supriyanto, SH.
M. Hum (Kabag Hukum Pemda Bojonegoro), dalam seminar Tata Kelola Industri
Ekstraktif di Tingkat Daerah: Tantangan dan Peluang; Jakarta, 22-23 Mei
2012
0 Comments:
Post a Comment