Wednesday 7 March 2012

TEORI PEMBANGUNAN MASYARAKAT


“Observasi Peminta-Minta di Sekitar Jatim Expo Wonocolo Surabaya”
                                  Teori-teori Pengembangan Masyarakat”     

 Oleh:
Nurul Hidayah    

                                                                                                                                
BABI
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Di kota Surabaya khususnya di sekitar jatim expo terdapat banyak pengamin-pengamin yang berkeliaran. Dengan adanya pengamin di sekitar jatim expo ini dapat meresahkan orang-orang yang ada di sekitarnya. Karena, Pengamin dan pengemis adalah suatu pekerjaan seseorang atau kelampok, dimana seseorang atau kelompok itu mencari kebutuhan hidupnya hanya mengharapkan belas kasih dari orang atau meminta-minta kepada orang lain.
Sedangkan pemberdayaan masyarat atau komunitas adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat kita yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Unsure-unsur yang memungkinkan masyarakat mampu bertahan dan mampu mengembangan diri untuk mencapai tujuan-tujuannya.

B.     RUMUSAN MASALAH
a.       Bagaiman menganngkat pengamin ini biar bisa berdaya dengan bekerja yang layak?
b.      Apa yang menyebabkan terjadinya pengamin pengamin di sekitar jatim expo?

C.    TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan laporan observasi ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori-teori Pengembangan Masyarakat sebagai pengganti dari UTS dan UAS.


BAB II
PEMBAHASAN

1.      TINJAUAN TEORI
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya (Suharto, 2004). Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat secara bersama-sama pada sebuah kepentingan bersama atau urusan yang secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran, mengumpulkan sumber daya, mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu membantu menyusun kembali kekuatan dalam komunitas (Eko, 2002).
Sutoro Eko (2002) menyimpulkan dari berbagai sumber, bahwa pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Pemberdayaan psikologis-personal berarti mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu. Pemberdayaan struktural-personal berarti membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial-politik yang timpang serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang mempengaruhi dirinya. Pemberdayaan psikologis-masyarakat berarti menumbuhkan rasa memiliki, gotong rotong, mutual trust, kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif masyarakat. Sedangkan pemberdayaan struktural-masyarakat berarti mengorganisir masyarakat untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan pemerintahan.
Pemberdayaan dari sisi struktural-masyarakat merupakan arena pemberdayaan yang paling krusial karena pemberdayaan tidak bisa hanya diletakkan pada kemampuan dan mental diri individu, tetapi harus diletakkan pada konteks relasi kekuasaan yang lebih besar, dimana setiap individu berada di dalamnya. Mengikuti pendapat Margot Breton (1994), realitas obyektif pemberdayaan merujuk pada kondisi struktural yang mempengaruhi alokasi kekuasaan dan pembagian akses sumber daya di dalam masyarakat. Dia juga mengatakan bahwa realitas subyektif perubahan pada level individu (persepsi, kesadaran dan pencerahan), memang penting, tetapi sangat berbeda dengan hasil-hasil obyektif pemberdayaan: perubahan kondisi sosial.
2.      DESKRIPSI
Jalinan hubungan antara elemen-elemen pada tingkat  mikro dapat dijelaskan dengan perspektif kontingensi, yaitu akibat-akibat yang terjadi pada tingkat mikro merupakan akibat dari penyebab pada tingkat makro dalam kondisi tertentu yang terjadi pada tingkat meso.
Ketidak berdayaan komunitas lokal pada tingkat mikro (Surabaya khususnya pengamin-pengamin yang ada di sekitar jatim expo), merefleksikan adanya faktor di luar komunitas lokal yang mengabaikan potensi sosial yang dimilikinya. Hal ini disebabkan kurang dipahaminya hakekat dari strategi pemberdayaan masyarakat oleh institusi sosial pada tingkat mikro, sehingga terdapat perbedaan makna pemberdayaan secara konseptual dengan implementasi di lapangan. Selain itu mode of orientation dari aktor pembangunan yang berada dalam posisi pengambil keputusan pada tingkat makro cenderung masih diwarnai oleh kepentingan ekonomi dan politik daripada kepentingan sosial budaya. Hal ini dapat dilihat dari implikasi perubahan struktural kota yang meliputi perubahan tata ruang, sosial ekonomi dan administrasi serta pengelolaan pembangunan yang cenderung mengabaikan keberadaan komunitas kecil.
Dalam keadaan sistem masyarakat yang lebih besar mengabaikan potensi yang tersedia di dalam komunitas, sama juga dengan membuat keseimbangan sistem sosial tersebut menjadi terganggu atau tidak membuat sistem sosial tersebut menjadi stabil. Hubungan kontingensi antara sistem makro, meso dan mikro bukan hanya bersifat dinamis tetapi juga mengarah kepada ketidakseimbangan antara elemen sistem yang menggerakkan sub-sub sistem tersebut menjadi semakin jauh dari keadaan semula. Ketidakberdayaan pada komunitas lokal dalam beradaptasi dengan perubahan struktural kota merefleksikan perubahan sosial yang terjadi pada komunitas lokal menuju keadaan yang sangat berbeda dengan kondisi awal. Ketidakberdayaan komunitas lokal merefleksikan mereka mengalami disfungsi sosial dan dapat berakibat terjadi disintegrasi sosial dari lingkungan sosial sekitarnya. Dalam perkembangan wilayah yang begitu pesat, kerelaan komunitas lokal untuk 7 melepas aset yang dimiliki kepada para pengambil keputusan di lingkungan pemerintah daerah dan pihak pengembangan perumahan (developer) tidak dapat dikategorikan sebagai complimentary sub sistem komunitas lokal yang saling menguntungkan, karena semakin lama terjadi disparitas nilai ekonomi dari ‘sumbangan’ komunitas lokal terhadap pembangunan dengan nilai ekonomi yang diraih oleh pihak pengembang. Di lain pihak, elit penguasa lokal cenderung berafiliasi dengan pihak pengusaha untuk memperoleh keuntungan ekonomi dan politik. Respon yang ditunjukkan komunitas lokal semakin lama tidak menjadi bagian dari complimentary sub sistem lain, melainkan menjadi bagian dari suatu sistem yang terpinggirkan dari sistem sosial kota yang berkembang dinamis. Kepatuhan komunitas lokal terhadap putusan penguasa pada awal perkembangan kota, menjadi semakin jauh dari harapan semula, karena mereka semakin lama semakin berkurang aset kepemilikannya, semakin sulit akses terhadap pelayanan sosial dasar dan akhirnya keberadaan mereka tidak diakui oleh lingkungan sekitar. Jika pada akhirnya ada pribadi-pribadi yang mengalami disintegrasi dari lingkungan sosial dengan melakukan perilaku menyimpang atau melakukan tindak kriminal, hal ini selain akibat dari tekanan eksternal yang sangat kuat, juga akibat daya tahan sosial mereka pada titik yang paling rendah. Dalam ketidakberdayaan, mereka juga akhirnya bisa mengambil keputusan untuk semakin menyimpang dari norma-norma sosial yang berlaku dalam lingkungan komunitasnya. Selama mempertahankan kelangsungan hidupnya yang semakin sulit, motivasi dalam menjalani kehidupan yang semula masih positif berubah menjadi motivasi negatif.
Dengan demikian hubungan antara makro dan mikro terletak pada hubungan kontingensi antara mode of orientation aktor pembangunan pada tingkat makro dengan pilihan strategi pemberdayaan masyarakat pada tingkat meso serta tindakan sosial pada proses pemberdayaan masyarakat pada tingkat mikro. Elemen-elemen sistem dan kekuatan ekonomi, politik dan sosial budaya pada tingkat makro menjadi faktor penentu keputusan strategis institusi sosial dalam pemberdayaan komunitas secara transformatif. Elemen sistem dan kekuatan ekonomi yang cenderung mempengaruhi secara positif terhadap sistem meso yaitu orientasi pemberdayaan non ekonomi secara proporsional dengan pemberdayaan ekonomi dan perlindungan pada hak kepemilikan komunitas. Elemen sistem dan kekuasaan politik yang cenderung mempengaruhi secara positif terhadap sistem meso memiliki dimensi-dimensi desentralistik, perencanaan dari bawah, dan kepentingan yang bertumpu pada kesejahteraan masyarakat.
Elemen sistem dan kemampuan sosial budaya yang cenderung mempengaruhi secara positif terhadap sistem meso memiliki dimensi-dimensi orientasi masalah sosial sebagai tantangan, pendayagunaan kekuatan/ potensi, orientasi pada masa depan, dan jalinan mitra kolaboratif dengan berbagai pihak. Elemen makro berinteraksi dengan pilihan strategi pemberdayaan pada masyarakat secara transformatif di tingkat meso untuk mencapai keberdayaan komunitas yang dapat dilihat dari aktualisasi diri dan koaktualisasi eksistensi komunitas. Kedua hal tersebut merefleksikan hubungan antara potensi diri, potensi sosial, kategori strategi, dan aktualisasi diri, serta koaktualisasi eksistensi komunitas.
                          



3.      LANGKAH-LANGKAH PEMBERDAYAAN
Mempersiapkan mereka(pengamin dan pengemis) dengan melakukan pendapingan dan memperikan keterampilan yang terpenting yaitu memberikan pelatihan keterampilan kepada mereka, supaya merka bisa memiliki pekerjaan dengan skill kreatif mereka sendiri.
 Melakukan FGD (focus group discussion) antara pendamping sosial dan perwakilan masyarakat yang berasal dari beberapa orang yang mempunyai peran penting di masyarakat serta pihak external (camat, Dinas Pekerjaan Sosial, dll) . Kegiatan ini untuk mendiskusikan kebutuhan yang penting yaitu pelatihan ketrampilan; (2) Menentukan siapa saja yang berkompeten untuk mengikuti pelatihan (mempunyai pengalaman, mengerti baca & tulis, bisa mengikuti semua sesi). Peserta kurang lebih 30 orang dari masyarakat; (3) Kesepakatan waktu (berapa lama) & tempat pelaksanaan kegiatan.
Pelaksanaan: Kegiatan ini dilaksanakan beberapa sesi sesuai dengan materi dan dilanjutkan dengan praktek lapangan yang kita persiapkan skill mereka sesuai dengan sumber daya alam yang ada.
  Harapan dari pelatihan: mereka(pengamin dan pengemis) mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai bagaimana cara membuka usaha dengan keterampilan yang kita berikan, dan mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan untuk mendapatkan penghasilan yang akhirnya dapat meningkatkan pemasukan keluarga.
4.      ANALISIS TEORI
Berdasarkan observasi yang saya lakukan bahwa Kompleknya peminta (pengemis dan pengamin) yang terjadi di sekitar jatim expo desa Wonolocolo  surabaya, maka diperlukan kegiatan intervensi program yang saling berintegrasi. Perlu adanya keberlanjutan dan pendampingan, tanpa mengabaikan pemberdayaan masyarakatnya. Pertama-tama pendamping sosial mengorganisasi program dan proses selanjutnya dikelola oleh masyarakat. Dengan pemberdayaan masyarakat yang di dalamnya terdapat proses interaksi, saling membantu dan kerjasama, diharapkan akan mengembangkan pengetahuan dan rasa kebersamaan dan timbul rasa memiliki akan program yang sudah berjalan dan merasakan bersama manfaat yang didapat, sehingga rasa melihara dan melanjutkan kegiatan ini terbentuk. Akhirnya akan mampu meningkatkan kesejahteraan hidup.
Salah satu akar masalah yang sangat menunjol bagi pengamin di Surabaya khususnya di sekitar jatim expo ialah karena sulitnya mencari pekerjaan, kerena tidak mempunyai skill atau kemampuan, sehingga untuk memenuhi kebutuhannya mereka harus mengamin. Dengan demikian, kegiatan yang terpenting adalah memberi penyuluhan dalam rangka penyadaran kepada pengamin-pengamin, dan memberikan pendampingan agar mereka bisa mempunyai pekerjaan yang lebih baik









                               
BAB III
PENUTUPAN
5.      KESIMPUALAN
Kesimpulan merupakan hasil akhir dari suatu analisis dan fenomina yang sebenarnya terjadi dalam suatu gejala social sehingga dalam kesimpulan ini akan penulis paparkan beberapa temuan dalam observasi yang saya lakukan selalama empat hari empat malam di sekitar jatim wxpo pabbrik kuliti wonocolo Surabaya.
a.       pemberdayaan masyarakat yang di dalamnya terdapat proses interaksi, saling membantu dan kerjasama, diharapkan akan mengembangkan pengetahuan dan rasa kebersamaan dan timbul rasa memiliki akan program yang sudah berjalan dan merasakan bersama manfaat yang didapat, sehingga rasa melihara dan melanjutkan kegiatan ini terbentuk. Akhirnya akan mampu meningkatkan kesejahteraan hidup.
b.      terjadinya pengamin dan pengemis di sekitar jati expo desa wonocola surabaya di sebabkan oleh sulitnya mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehati-hari sehingga hal ini perlu adanya advokasi atau revitalisasi baik dari instansi swasta seperti LSM ataupun pemerintah yang berwenang,










                                                   DAFTAR PUSTAKA                                                  
Pembinaan Program dan Pendampingan Pokmas IDT; Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional - Departemen Dalam Negeri, 1995.

Usman, Sunyoto. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, pustaka pelajar, Yogjakarta.
            

0 Comments:

Post a Comment