oleh: Hannan Al- Maduriyyah Sampang
jurusan: aqidah filsafat
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ibnu
Sina nama lengkapnya adalah Abu Ali Husein Ibn Abdillah
Ibn Sina, atau disebut juga dengan nama Syaikh al-Rais Abu ‘Ali al-Husein bin
Abdullah Ibnu Sina, dan Negara-negara barat namanya lebih dikenal dengan
sebutan Avicena. Ia dilahirkan di Persia pada bulan Syafar 370 H/980 M. Tentang
keahlian Ibnu Sina ada pendapat yang mengatakan sejak kecil ia telah banyak
mempelajari ilmu pengetahuan yang ada dizamannya seperti fisika, matematika,
kedokteran dan hukum. Sewaktu berusia 17 tahun, ia sudah dikenal sebagai dokter,
dan atas panggilan istana ia pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansyur sehingga
pangeran tersebut pulih kembali kesehatannya.
Diantara Filosof Islam, Ibnu Sinalah yang paling
banyak menulis buku ilmiah, mulai dari soal yang pokok sampai kepada soal-soal
yang bersifat cabang. Diantara bukunya yang terkenal ialah al-Syifa yang berisi filsafat dan terdiri atas empat bagian yaitu;
logika, fisika, matematika dan metafisika. Kitab ini terdiri dari delapan belas
jilid tebal. Selanjutnya ia menulis kitab al-Qanun
fi al-Thib. Sedangkan “Tasawuf berarti memasuki setiap akhlak
yang mulia dan keluar dari setiap akhlak yang tercela.”( Muhammad
al-Jurairy ).
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa
pengertian tasawuf ?
2. Apa
pandangan Ibnu Sina tentang tasawuf ?
3. Kenapa
ibnu sina dikatakan ahli dalam bidang tasawuf ?
C.
TUJUAN PENULISAN
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan pengetahuan dalam bidang tasawuf.
BAB II
PEMBAHASAN
A. TASAWUF
IBN SINA
Tasawuf
adalah ajaran (cara dan sebagainya) otak mengenal dan
mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh
hubungan langsung secara sadar denganNya.[1]
Tasawuf, sebagai aspek mistisisme dalam Islam, pada intinya adalah kesadaran
adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil
bentuk rasa dekat (qurb) dengan Tuhan. Hubungan kedekatan tersebut
dipahami sebagai pengalaman spritual dzauqiyah manusia dengan Tuhan,
yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya.
Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya di hadapan eksistensi
Yang Absolut.[2]
Salah satu disiplin
ilmu yang berkembang dalam tradisi kajian Islam, selain Ilmu Kalam, Filsafat
dan Fiqih. Tujuannya: memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan,
sehingga disadari benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Tasawuf
berusaha mengetahui dan menemukan Kebenaran Tertinggi (Allah SWT); dan bila
mendapatkannya, seorang sufi tidak akan banyak menuntut dalam hidup ini.[3]
Abu al-Wafa’al-Ganimi
at-Taftazani (peneliti tasawuf) menyebutkan karakteristik secara umum, baginya
tasawuf mempunyai 5 ciri umum, yaitu:
1)
Memiliki
nilai-nilai moral
2)
Pemenuhan fana
(sirna) dalam realitas mutlak
3)
Pengetahuan
intuitif langsung
4)
Timbulnya rasa
kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT dalam diri sufi karena terciptanya maqamat
(makam-makam atau beberapa tingkatan)
5)
Penggunaan
simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung pengertian harfiah dan
tersirat.
Ibnu Sina
mendefenisikan jiwa sebagai kesempurnaan awal yang
dengannya spesies menjadi sempurna sehingga menjadi manusia yang nyata. Ia membagi
jiwa manusia dalam tiga bagian, yaitu jiwa nabati, jiwa hewani dan jiwa
rasional.
1) Jiwa
nabati.
Jiwa
ini mengandung tiga daya, yaitu:
a. Daya
nutrisi yang berfungsi untuk mengolah
makanan menjadi bentuk tubuh.
b. Daya
pertumbuhan yang berfungsi untuk pengolahan makanan yang telah diserap tubuh
agar mencapai kesempurnaan pertumbuhan dan perkembangan tubuh.
c. Daya
generatif yang merupakan daya untuk pengolahan secara harmonis unsur-unsur
makanan yang ada dalam tubuh sehingga menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan
tubuh yang sempurna.
2) Jiwa
hewani.
Jiwa
ini terdiri dari dua daya: daya penggerak dan daya persepsi.
a. Daya
pengerak yang terbagi atas daya hasrat dan daya motorik.
Daya
hasrat yaitu daya yang berfungsi untuk mendorong perealisasian
berbagai bentuk khayalan tentang hal-hal yang diinginkan dan tidak diinginkan.
Daya ini terdiri dari dua bagian:
-
Syahwat, merupakan dorongan untuk
mencapai sesuatu yang menimbulkan kenikmatan.
-
Emosi, yang merupakan dorongan untuk
melawan sesuatu yang membahayakan, merusak dan menggagalkan pencapaian tujuan,
atau dengan kata lain dorongan untuk mencapai kemenangan. Dalam hal emosi Ibnu
Sina menyatakan bahwa situasi emosional mempengaruhi kondisi jiwa yang kemudian
akan mempengaruhi kondisi fisik, baik secara spontan maupun bertahap. Sedangkan
tentang urutan pengaruh emosi dan perubahan fisik itu ia menyatakan terdapat
dua kemungkinan: fisik berubah lalu melahirkan perubahan emosi atau emosi
merubah kondisi fisik.
Daya
motorik berfungsi melaksanakan hasrat yang muncul dalam
bentuk motorik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
b. Daya
persepsi yang terdiri dari dua bagian, yakni
-
Indera internal yang terdiri dari:
·
Indera kolektif, yang merupakan
akumulasi semua hasil penginderaan eksternal yang menghasilkan pemrosesan
secara global.
·
Konsepsi, yang berfungsi untuk menyimpan
gambaran hasil indera kolektif dan mempertahankannya walaupun stimulus
inderawinya sudah tidak ada.
·
Fantasi, berfungsi untuk mengolah data
daya konsepsi, mengklasifikasikannya dan men-diferensiasikannya. Daya fantasi
berperan penting dalam mengingat dengan mengolah data parsial menjadi gambaran
untuk dikirim ke daya waham. Daya fantasi juga berperan peting dalam berfikir
dengan mengolah data parsial menjadi gambaran untuk dikirim ke akal. Tidak
kalah pentingnya, daya fantasi juga berperan penting dalam mimpi dengan
melakukan peniruan berbagai prilaku untuk memuaskan berbagai dorongan dan
hasrat, khusunya yang tidak terrealisir.
·
Waham, berfungsi untuk mempersepsikan
berbagai makna parsial non inderawi yang ada pada stimulus inderawi. Dalam hal
ini, waham melihat makna parsial dari berbagai bentuk. Misalnya, pemulung
melihat puntung rokok sebagai sumber uang. Waham juga merupakan wahana
terbentuknya ilham.
·
Memori, berfungsi untuk menyimpan semua
data yang dihasilkan dalam waham. Dengan demikian, proses mengingat merupakan
hasil kerjasama antara daya waham dan fantasi.
-
Indera eksternal yang terdiri dari:
·
Indera penglihatan.
·
Indera pendengaran
·
Indera penciuman
·
Indera perabaan
·
Indera pengecapan
3) Jiwa
rasional
Jiwa
rasional merpakan daya khusus yang dimiliki manusia yang fungsinya berhubungan
dengan akal. Dari satu sisi jiwa rasional melaksanakan berbagai prilaku
berdasarkan hasil kerja pikiran dan kesimpulan ide. Dari sisi lain ia
mempersepsi semua persoalan secara universal. Jiwa rasional terdiri dari dua
bagian: akal teoritis dan akal praksis.
a. Akal
teoritis, yang berfungsi untuk mempersepsi gambaran-gambaran universal yang
bebas dari materi.
Akal
teoritis terdiri dari lima tingkatan:
-
Akal potensial (materi), memiliki
potensi untuk menangkap hal-hal yang rasional.
-
Akal bakat, berfungsi dalam pembenaran
premis-premis tanpa melakukan usaha dalam pembenaran itu.
-
Akal aktual, berfungsi untuk mempersepsi
hal-hal rasional, dan ini terjadi kapan saja.
-
Akal mustafâd, berfungsi untuk
mengolah data akal aktual untuk dimanfaatkan.
-
Akal kudus, yang berfungsi untuk
memproses hal-hal yang ada dalam akal
aktual secara otomatis (tanpa usaha manusia itu sendiri). Tingkatan ini
merupakan tingkatan tertinggi yang umumnya hanya dimiliki oleh para nabi.
b. Akal
praksis, yang berfungsi untuk memproses semua data dari akal teoritis untuk
memutuskan pengambilan tindakan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari ulasan di atas, dapat di ambil
kesimpulan bahwasannya pandangan ibn
sina terhadap tasawuf ialah sebagai berikut:
Ø Tasawuf adalah ajaran (cara dan sebagainya) otak
mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara
sadar denganNya
Ø Ibn
sina mamandang jiwa sebagai kesempurnaan awal yang
dengannya spesies menjadi sempurna sehingga menjadi manusia yang nyata. Ia
membagi jiwa manusia dalam tiga bagian, yaitu jiwa nabati, jiwa hewani dan jiwa
rasional.
Ø Ibn
sina merupakan salah satu seorang ilmuan tasawuf , karena ia mampu mengaplikasikan
akal dan hati kedalam ranah intuitif .
0 Comments:
Post a Comment